1Kalau direnungkan, ketika Nammyohorengekyo dari Sandaihiho tersebarluas di Masa Akhir Dharma, orang yang dilahirkan di tanah negeri ini, mempertahankan dan percaya Sutra ini.
Keterangan
- - Masa Akhir Dharma → waktu
- - Ketika tersebarluas→ urutan ajaran yang disebarluaskan
- - Tanahnegeri ini → Negara
- - Sutra ini → Ajaran
- - Percaya → Bakat
“Waktu” menunjukkan Masa Akhir Dharma, yakni masa sekarang ini; yang telah melewati seribu tahun Masa Saddharma dan seribu tahun Masa Pratirupadharma sesudah kemoksyaan Buddha Sakyamuni. Keadaan sedang dilaksanakannya pelestarian Dharma dengan menyebarluaskan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho ke seluruh dunia selama puluhan ribu tahun Masa Akhir Dharma sampai masa akan datang tanpa batas Dharma. Pada umumnya “tanah negeri” adalah seluruh dunia, pada khususnya adalah negeri Jepang. Yang dimaksud dengan “Sutra ini” adalah Saddharmapundarikasutra, sutra dari Masa Akhir Dharma, yakni DaiGohonzon dari Sandaihiho. “Percaya” adalah bakat. Seperti diuraikan dalam Bab Stupa Pusaka, “Sutra ini sukar dipertahankan”, hendaknya menerima dan mempertahankan Gohonzon dengan kekuatan kepercayaan dan kekuatan kesungguhan hati.
2. Pembagian menurut tiga syarat dari Inti Pokok Ajaran.- - Tanah negeri → Altar Sila Ajaran Pokok
- - Sutra ini → Pusaka Pujaan Ajaran Pokok
- - Percaya → Daimoku Ajaran Pokok
Selanjutnya, jika dibaca sesuai hati kepercayaan kita berdasarkan perbandingan guru dan murid, perilaku Niciren Daisyonin adalah “sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha”, kita menjalankan syakubuku dengan menerima dan mempertahankan Dai Gohonzon adalah menjadi “melaksanakan pertapaan”. Dalam Surat Penegakkan Keempat Bodhisattva dikatakan, “Umumnya, yang dikatakan murid Niciren dan orang yang melaksanakan pertapaan Saddharmapundarika-sutra harus seperti Niciren”. Untuk menjelaskan mengenai melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha, pertama-tama ditunjukkan penganiayaan besar. Dengan demikian, sesuai dengan uraian terdahulu, Niciren Syosyu Indonesia yang menjalankan penyebarluasan secara nyata dengan mengalami penganiayaan besar dan “apalagi setelah kemoksyaan-Nya” berarti telah melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha dari Hukum Buddha Niciren Daisyonin.
2Semasa hidup Sang Buddha, pembimbing dan penyelamat umat manusia adalah Buddha Sakyamuni sendiri… semuanya telah lama dibimbing bakat dan dibina jiwanya untuk akhirnya diperdengarkan Saddharmapundarika-sutra.
Keterangan
-
Dibaca dari sudut Majikan Ajaran. Semasa hidup Buddha Sakyamuni, Majikan yang membimbing dan menyelamatkan umat adalah Buddha yang telah mematahkan ketiga kesesatan dan dilengkapi dengan 32 wajah serta 80 keistimewaan; yaitu Tathagata Sakyamuni dengan rupa yang dihias. Dari segi kemasyarakatan, Beliau berkedudukan tinggi karena berasal dari kalangan Bangsawan. Sekalipun demikian, masih terdapat banyak kebencian dan iri hati. Sedangkan Niciren Daisyonin hadir secara nyata dengan rupa bhikku manusia biasa yang belum mematahkan satu kesesatanpun di Masa Akhir Dharma. Maka wajar jika mengalami penganiayaan besar.
-
Dibaca dari sudut penerima bimbingan Penerima bimbingan semasa hidup Tathagata Sakyamuni adalah Mahabodhisattva dan arahat yang telah mematahkan seluruh ketiga kesesatan. Juga mereka berkedudukan sebagai pemimpin dalam masyarakat waktu itu. Orang-orang tersebut seharusnya tidak menimbulkan rasa benci dan iri hati, namun tetap ada hal-hal tersebut. Apalagi manusia biasa yang penuh tiga racun, manusia yang pada pokoknya tidak ada akar kebaikan dari Masa Akhir Dharma, tidak mungkin tidak melakukan rasa benci dan iri hati. Oleh karena itu, juga wajar jika pasti terjadi penganiayaan besar.
-
Dibaca dari sudut membimbing bakat dan membina jiwa Semasa hidup Sang Buddha, sekalipun kepada orang Sudra, beliau membimbing bakat dan membina jiwa untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, dalam Bab Upaya Kausalya, pada saat Buddha Sakyamuni mulai membabarkan Dharma, 5.000 orang bhikku yang sombong, berdiri dan meninggalkan pesamuan. Apalagi di Masa Akhir Dharma, karena sama sekali tidak membimbing bakat dan membina jiwa, maka wajar akan adanya penganiayaan besar. Yang dimaksud dengan membimbing bakat dan membina jiwa dalam Hukum Buddha Sakyamuni adalah sebagai berikut: Buddha Sakyamuni membimbing bakat dan membina jiwa umat dengan membabar Ajaran Hinayana dan Semi Mahayana selama 40 tahun lebih. Kemudian membabarkan bahwa sejak mencapai jalan Kebuddhaan pada 500 Asamkheya Kalpa Koti, Buddha Sakyamuni telah menanam bibit dan mematangkan bakat. Hal ini karena pelaksanaan pertapaan-Nya bukan hanya pada masa sekarang saja melainkan telah menjalankan pertapaan berulang-ulang dengan beberapa kali dilahirkan untuk menumpuk akar kabaikan. Maka disebut pertapaan berulang-ulang selama berkalpa-kalpa.
-
Dibaca dari sudut Badan Hukum Dua puluh delapan Bab Saddharmapundarika-sutra dari manfaat pemanenan. Hal ini karena Saddharmapundarika-sutra dibabarkan untuk menyelamatkan umat dari pematangan dan pemanenan sejak 5 Asamkheya Kalpa Koti. Sekali orang yang pada pokoknya sudah ada akar kebaikan, jika melupakan penanaman bibit di masa lampau dan terikat pada pandangan pencapaian Kesadaran Buddha pertama kali di India (syijo syokaku), ia akan ada rasa benci dan iri hati. Sedangkan di Masa Akhir Dharma, karena membabarkan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang berupa Saddharmapundarika-sutra dari manfaat penanaman bibit, tentu saja pasti akan ada penganiaya besar.
3Apalagi pada Masa Akhir Dharma sekarang ini. Meskipun Ajaran yang ditegakkan adalah Nammyohorengekyo dan bakat serta waktunya telah matang, guru yang mengajarkannya adalah guru manusia biasa... Terlebih lagi kalau menjadi murid serta penganut dari Niciren, pelaksana Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya.
Keterangan
Mengenai cara membaca kutipan kalimat ini, Nicikan Syonin mengajarkan sebagai berikut: Kalimat “mendekati guru yang buruk,” menjadi “apalagi guru adalah guru manusia biasa, apalagi murid-murid-Nya adalah orang buruk yang penuh dengan tiga racun, apalagi jika dipikirkan mengenai bakat, karena umat pada pokoknya tidak ada akar kebaikan tanpa dibimbing bakat dan dibina jiwanya, maka mereka menjauhi guru yang baik dan mendekati guru yang buruk. Kalimat Masa Akhir Dharma sekarang ini... orang buruk”, adalah wajah ajaran yang menguraikan lima asas penyebaran agama. Dari kalimat “Apalagi pada Masa Akhir Dharma sekarang ini, karena meskipun ajaran yang ditegakkan adalah Nammyohorengekyo dan bakat serta waktunya telah matang”:
- Masa Akhir Dharma sekarang ini à waktu
- Ajaran → ajaran
- Bakat → bakat
- Waktunya telah matang → urutan ajaran yang disebarluaskan
- Perihal tanah negeri tidak ditunjukkan karena disingkatkan. Kalimat selanjutnya menguraikan guru dan murid, dengan sendirinya tempat tinggal dapat dinyatakan.
Kutipan kalimat di atas mengulas kalimat sutra, “apalagi setelah kemoksyaan-Nya”, untuk Masa Akhir Dharma. Dibandingkan dengan ulasan mengenai semasa hidup Sang Buddha pada bagian terdahulu, jika kalimat ini dirumuskan berdasarkan empat susun di Masa Akhir Dharma akan menjadi sebagai berikut:
- Pembimbing (Majikan Ajaran) à guru yang mengajarkannya adalah guru manusia biasa.
- Murid (penerima bimbingan) → muridmurid-Nya adalah orang buruk yang penuh dengan tiga racun, umat yang memantulkan zaman penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun menjadi tenggelam.
- Membimbing bakat dan membina jiwa → Menjauhi Niciren Daisyonin yang merupakan guru yang baik dan mendekati guru yang buruk.
- Badan hukum... terlebih lagi... Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya → juga kalimat ini menjelaskan mengenai guru dan murid, orang dan hukum, pelaksanaan diri sendiri dan untuk orang lain di Masa Akhir Dharma. Judul surat ini dapat dipikirkan mengulas hal yang sama.
Selanjutnya, kalimat ini adalah kalimat yang mengulas Sandaihiho, yakni:
- Guru → Pusaka Pujaan dari orang.
- Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya → daimoku dari kelima aksara Saddharma.
Dalam Catatan Ajaran Lisan dikatakan, “Daimoku dari bab ini sesuai Badan Niciren, maka sangat penting. Pewarisan tugas dari Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagara adalah hal ini… Oleh karena itu, Trikaya Yang Tidak Dibuatbuat berarti Pelaksana Saddharmapundarikasutra di Masa Akhir Dharma. Gelar pusaka dari Trikaya Yang Tidak Dibuat-buat disebut Nammyohorengekyo,” (Gosyo Zensyu halaman 752). Kelima Aksara Saddharma dapat dikatakan baik sebagai Pusaka Pujaan dan Hukum maupun Daimoku. Akan tetapi karena sebelumnya telah diungkapkan Pusaka Pujaan dari Orang, maka di sini kelima akara tersebut ditetapkan sebagai Daimoku. Hendaknya diketahui maknanya adalah: Dari Pusaka Pujaan Ajaran Pokok yang merupakan satu Hukum Rahasia Yang Agung dapat dibuka menjadi Sandaihiho. Dan karena Pusaka Pujaan Ajaran Pokok dan Daimoku Ajaran Pokok sudah diuraikan, maka tempat Altar Sila Ajaran Pokok disingkatkan. Sebagai keterangan lainnya, “Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya adalah Pusaka Pujaan dari Hukum dan “melaksanakan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha” dapat dipikirkan sebagai daimoku dari percaya dan pelaksanaan.
Kalimat “Terlebih lagi” dari “Terlebih lagi… Saddharmapundarika-sutra sesungguhnya…” berarti “apalagi”. Di bandingkan dengan 28 bab Saddharmapundarika-sutra, dari manfaat pemanenan semasa hidup Buddha Sakyamuni, yang dimaksud dengan “Saddharmapundarikasutra sesungguhnya” adalah Nammyohorengekyo Manfaat Pembibitan dari Niciren Daisyonin di Masa Akhir Dharma. Dengan demikian menerangkan perbandingan Ajaran Pembibitan dan Ajaran Pemanenan.
Kalau demikian, apakah 28 Bab Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan bukan yang sesungguhnya dan sama sekali salah? Bukanlah demikian. Saddharmapundarikasutra dari Buddha Sakyamuni juga adalah yang sesungguhnya, akan tetapi dibandingkan Sandaihiho dari manfaat pembibitan Masa Akhir Dharma, Sandaihiho ini diterangkan sebagai yang sesungguhnya di antara yang sesungguhnya. Tanpa makna penanaman bibit, manfaat pemanenan sama seperti istana khayalan.
Oleh karena itu dalam Surat Perihal Membuka Mata dikatakan sebagai Chao Kao, seorang pelayan yang ingin naik ke tingkat Kaisar. Dikatakan, “Panen tanpa mengetahui menanam bibit sama seperti Chao Kao berusaha merebut tahta atau Dokyo berusaha menjadi raja”, (Gosyo Zensyu halaman 215). Dalam Saddharmapundarika-sutra, Buddha Sakyamuni, para umatnya juga telah mendapat pemanenan pencapaian Kesadaran Buddha dengan menyadari penanaman bibit dalam jiwa pada masa lampau yang sangat jauh.
4Sudah pasti Akan timbul secara nyata Tiga Jenis Musuh.
Keterangan
5Tetapi di antara murid-murid Saya yang telah mendengar hal demikian, ada juga yang masih terkejut dan ketakutan pada saat datangnya penganiayaan besar dan kecil, sehingga ada yang mundur dari hati kepercayaan.
Keterangan
Oleh karena itu, yang terpenting adalah sikap hati kepercayaan masing-masing disaatsaat menentukan; inilah peringatan ajaran yang hidup. Hati kepercayaan bukanlah hanya dipikirkan di dalam otak atau hanya dalam katakata saja. Dalam sekejap perasaan jiwa, wajah sesungguhnya akan langsung timbul secara tegas dan nyata. Orang yang takut dan mundur dari hati kepercayaan di saat yang menentukan, sebenarnya merupakan orang yang menyianyiakan dan membuang Pusaka Agung di dalam dada.
Memang penganiayaan besar seperti di masa Niciren Daisyonin tidak terjadi di masa sekarang. Namun dalam perombakan sifat jiwa tiap kejap pada diri sendiri, tentu selalu ada hantaman yang keras dari iblis yang ada dalam diri sendiri Dasyinbo, Nagoe no Ama, Syoubo, Notobo, Sammibo dan kelima bhikku senior jangan dipikir sabagai sesuatu yang jauh, yaitu sebagai orangorang yang hidup di masa lampau. Daisyinbo atau kelima bhikku senior ada dalam jiwa kita masingmasing dan inilah yang harus kita pecahkan dan patahkan. Hendaknya kita selalu melangkah dalam jalan agung hati kepercayaan yang telah diwujudkan Niciren Daisyonin, Nikko Syonin dan Nicimoku Syonin.
6Maka tidak perlu terkejut lagi melihat dan mendengar Saya diusir dari tempat, dilukai atau pun dijatuhi hukuman pembuangan sampai dua kali; hal ini sudah diketahui sebelumnya.
Keterangan
7Bertanya dengan berkata: Seorang pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang buddha seharusnya merasa tenang dan tentram dalam hidup kali ini sebagaimana dibabarkan dalam Bab Perumpamaan Tentang Rumput Obat Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi, mengapa harus menghadapi Tiga Jenis Musuh Kuat yang bertubi tubi?
Keterangan
-
Jika pelaksana Saddharmapundarikasutra memiliki dosa pemfitnahan Dharma terhadap Hukum Sebenarnya di masa lampau, ia akan mengalami penganiayaan demi merombak dosa yang berat menjadi dosa yang ringan (Tenju Kyoju). Buddha Pokok Niciren Daisyonin adalah Trikaya Yang Tidak Dibuat-buat dari Kuon Ganjo sehingga sulit dimengerti bahwa Beliau memiliki dosa pemfitnahan Dharma yang tertinggal dalam jiwa. Namun disini ada dua hal: Kesatu, menguraikan rupa sebagai menusia biasa. Kedua, karena Buddha Pokok menyebarluaskan Sandaihiho di Masa Akhir Dharma yang dipenuhi umat yang memfitnah Dharma, maka Beliau hadir di dunia dengan rupa memiliki sebab pemfitnahan Dharma yang sama dengan Umat.
-
Orang yang memfitnah Dharma sudah ditentukan akan jatuh ke dalam dunia neraka. Bagi orang ini tidak ada hukuman nyata.
-
Oleh karena para dewa meninggalkan dan membuang tanah negeri pemfitnahan Dharma, maka tidak ada hukuman nyata. Jika demikian, orang yang memfitnah Dharma tidak akan senang dan tenang seumur hidup. la pasti akan mendapat hukuman besar sehingga akhirnya akan meninggal dengan sengsara. Semasa hidup Niciren Daisyonin, Tojo Kagenobu runtuh dalam waktu yang singkat dan seluruh keluarga Heino Saemon no Jo Yoritsuna juga runtuh dan musnah.
8Apalagi di zaman sekarang yang disebut Masa Akhir Dharma, saat banyak terjadi perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun telah tenggelam… sehingga segala iblis buruk memasuki negeri dan terjadilah Tiga Bencana Tujuh Musibah yang berkobar-kobar.
Keterangan
-
Banyak terjadi perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun telah tenggelam → waktu
-
Negeri buruk → negara
-
Raja buruk, menteri buruk, rakyat buruk → bakat
-
Menentang Hukum Sebenarnya, menghormati dan mengutamakan hukum sesat dan guru sesat → urutan ajaran yang disebarluaskan.
9Pada waktu buruk seperti ini, Saya, Niciren, terlahir di negeri ini atas kehendak dan amanat Sang Buddha, maka merupakan waktu yang tidak menyenangkan.
Keterangan
Jika dibaca mengenai “waktu” kehadiran Niciren Daisyonin secara nyata sebagai Buddha Pokok, di dalam Bab Karunia Kebajikan Yang Berbeda-beda Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Dalam masa buruk dari Akhir Dharma”, dan di dalam Bab Bhaisyajaraja dikatakan, “Dalam 500 tahun ke-5 kemudian akan tersebar luas.”
Jika dibaca mengenai “negeri” dalam Bab Stupa Pusaka dikatakan, “Siapakah... di negeri Saha ini dengan baik?”, dan di dalam Bab Muncul Dari Bumi dikatakan, “Dalam dunia Saha sebanyak 60 ribu kali butir-butir pasir sungai Gangga.” Jika dibaca mengenai “ajaran”, dalam Bab Stupa Pusaka dikatakan, “Membabarkan Myohorengekyo secara luas” dan di dalam Bab muncul Dari Bumi dibabarkan, “Membabarkan Sutra ini” dan dalam Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata berdasarkan empat bait Hukum Pokok membabarkan Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Selain ini juga masih terdapat berbagai kalimat. Namun Guru Sebenarnya dari masa Pratirupadharma seperti Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Miao-lo dan Mahaguru Dengyo meramalkan bahwa Buddha Pokok akan hadir secara nyata di Masa Akhir Dharma serta akan menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Dan mereka juga menginginkan agar terlahir di Masa Akhir Dharma untuk berjumpa dengan Hukum Sebenarnya dari Buddha Pokok.
10Namun, karena tak mungkin melawan amanat Raja Hukum, Saya pun memasrahkan jiwa raga kepada kalimat Sutra dan mulai melancarkan peperangan antara dua ajaran... Saya mengibarkan panji kelima huruf Myohorengekyo yang merupakan intisari, dari satu bagian delapan rol Saddharmapundarikasutra.
Keterangan
Memang di saat sekarang syakubuku berarti menerangkan Hukum Buddha Sandaihiho dari Niciren Dàisyonin sebagai cara dan pandangan hidup serta pandangan sebagai manusia. Dan dalam rangka menjalankan syakubuku harus mempunyai keyakinan besar atas kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum dari Dai Gohonzon. Melaksanakan syakubuku adalah gerakan mahamaitri karuna agar seluruh rakyat dapat menjadi bahagia. Oleh karena itu, tidak diperkenankan jika menjadi perdebatan belaka atau menjadi keributan karena merendahkan orang lain.
Kalimat-kalimat, “Panji kelima huruf Myohorengekyo” dan Tali busur dari “belum mewujudkan yang sebenarnya,” serta Anak panah dari “dengan tulus dan jujur membuang Ajaran Sementara” menguraikan bahwa sikap syakubuku, bagaimanapun harus didasari pada keyakinan besar terhadap karunia kebajikan Dai Gohonzon. Oleh karena itu sebelum menjalankan syakubuku kita harus menyebut daimoku dengan mantap kepada Dai Gohonzon.
Kadang kala kita terikat oleh urusan pribadi sehingga tidak lagi memikirkan orang tua maupun kawan. Dengan demikian pada diri kita terdapat satu sisi yang tidak maitri karuna. Dengan menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon, mahamaitri karuna dan prajna Buddha Pokok akan timbul nyata dalam icinen kita. Berdasarkan hal inilah kita menjalankan syakubuku. Di dalam Gosyo ini dikatakan, “Pedang tajam Saddharma.” “Saddharma” berarti Nammyohorengekyo dan “Pedang tajam” berarti daimoku yang dapat mematahkan kesesatan avidya, yang merupakan kesesatan dasar pokok tidak dapat percaya kepada Gohonzon.
Selanjutnya mengenai kalimat, “Menaiki Kendaraan Sapi Putih Agung”, Nicikan Syonin mengulas sebagai, “Menaiki Kendaraan” berarti menerima dan mempertahankan Daimoku dari Ajaran Pokok. Selanjutnya dalam Hokke Gengi Syakusen rol ke-5 Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Sebab ini tidak mudah diubah maka dikatakan pencapaian langsung.” Kemudian Nicikan Syonin mengulas bahwa “Menaiki” bermakna mengutamakan hati-kepercayaan. Jika melaksanakan syakubuku di Masa Akhir Dharma, pasti akan mengalami penganiayaan. Hal ini telah diuraikan sebelumnya dan ketabahan atas penganiayaan dan tindasan merupakan ‘Mengenakan zirah ketabahan.” Sikap ini tentu timbul dari hati-kepercayaan yang menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon. Oleh karena itu untuk melaksanakan syakubuku biar bagaimanapun kita harus mempunyai sikap mengutamakan hati-kepercayaan dan menyebut daimoku kepada Dai Gohonzon.
Kekuatan kekayaan jiwa, perilaku yang gembira dan menyayangi serta memikirkan orang lain yang diperoleh melalui penyebutan daimoku pasti akan menembus hati orang lain sehingga orang tersebut bertekad untuk menerima Gohonzon ini. Pada zaman tersebarluasnya Gohonzon di seluruh dunia, kita sebagai perintis yang menjalankan hatikepercayaan lebih awal daripada yang lain harus menjalankan syakubuku dengan mengutamakan hati kepercayaan berdasarkan keberanian dan kegembiraan yang besar. Mengingat petuah emas dari Niciren Dasyonin yang mengatakan, “Maka peperangan ini tak pernah terhenti sampai saat ini” dan perkataan dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum, “Apalagi pada waktu kosenrufu, seluruh Jepang (dunia) akan menyebut Nammyohorengekyo. Kiranya hal ini sama seperti menjadikan bumi besar sebagai sasaran. Biar bagaimanapun, sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1360), maka marilah kita menjalankan tugas syakubuku demi kebahagian orang lain.
11Akan tiba waktunya seluruh umat di bawah langit ini kembali pada Ekabuddhayana... Maka tidak diragukan lagi kebenaran kalimat Sutra yang berbunyi: “Pada hidup kali ini merasa tenang dan tentram.”
Keterangan
Kalimat “Angin yang bertiup tidak akan membuat dahan bergesekan, hujan yang turun tidak akan memecah tanah” adalah teori perdamaian dari perbedaan tanah negeri (Kokudo Seken). Kebahagiaan pribadi dan kemakmuran masyarakat seharusnya menjadi satu, tetapi hal ini sukar dicapai jika tidak didasari Saddharma. Sekalipun tanpa didasari Saddharma dapat terwujud masyarakat yang ideal, jika bencana alam muncul bertubi-tubi, tentu jiwa manusia menjadi terguncang sehingga tidak bahagia. Oleh karena itu, tanpa didasari Saddharma yang dapat mewujudnyatakan perdamaian dari perbedaan tanah negeri yang sesungguhnya, tidak mungkin mengharap untuk terwujud suatu masyarakat ideal. Mengenai perbedaan tanah negeri dari dunia Saha adalah dunia Buddha (Jakko) yang selalu menetap, dalam Surat Kanjin no Honzon dikatakan, “Sekarang di Ajaran Pokok, dunia Saha adalah tanah suci yang selalu menetap yang terlepas dari tiga bencana dan keluar dari empat kalpa. Buddha juga tidak musnah di masa akan datang. Penerima bimbingan juga adalah badan yang sama. Berarti tiga ribu dan tiga perbedaan tercakup dalam perasaan jiwa” (Gosyo Zensyu halarnan 247).
Yang dimaksud dengan kalimat “Baik manusia maupun Hukum, keduanya menjadi tidak tua tidak mati” adalah pembabaran dalam Bab XVI Panjang Usia Tathagata yang berbunyi “Senantiasa ada dan tidak musnah (jozai syi fumetsu), Selalu menetap disini untuk membabarkan Hukum (joju syi seppo)”.
Dalam Surat Membalas Budi dikatakan,”Jika maitri karuna Niciren Daisyonin luas dan besar, Nammyohorengekyo akan tinggal lebih dari puluhan ribu tahun dan terus tersebar sampai akan datang” (Gosyo Zensyu halaman 329). Kalimat “maitri karuna Niciren luas dan besar” berarti orang. “Nammyohorengekyo akan tinggal lebih dari puluhan ribu tahun dan terus tersebar sampai akan datang,” berarti hukum. Karena manfaat dari orang dan hukum selalu menetap selama tiga masa, maka dikatakan tidak tua dan tidak mati.
Dalam Surat Pengantar Sutra Doa dikatakan pula, “Berdasarkan penganiayaan besar ketika masa dari Niciren Daisyonin, dapat dirasakan keuntungan dan manfaat ketiga masa dari Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1356). Demikianlah dijelaskan mengenai keuntungan dari manfaat ketiga masa yang selalu menetap. Dan mengenai orang yang tidak tua dan tidak mati, jelas menerangkan tentang Niciren Daisyonin. Mengenai Hukum, karena selalu menetap maka dikatakan tidak mati. Tetapi mengapa dikatakan tidak tua? Hal ini membahas mengenai manfaat yang diperoleh dari Sutra Sementara. Kelihatannya Sutra Sementara yang masih dari tingkatan yang sementara (tobun) mempunyai kekuatan. Akan tetapi setelah memasuki Sutra Amitarta diterangkan, “Belum mewujudkan yang sesungguhnya,” sehingga manfaat yang diperoleh dari Sutra Sementara menjadi musnah, sehingga rupanya menjadi tua.
Kemudian setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra, Sutra Sementara dipatahkan dan dimusnahkan, maka berarti mati. Keuntungan dari manfaat Saddharmapundarikasutra tidak mempunyai makna seperti itu, maka dikatakan tidak tua tidak mati. Dalam Sutra Mahasanghata dikatakan, “Masa penuh perselisihan dan pertikaian, Hukum Putih pun tenggelam.” Maksud kalimat ini adalah Sutra Sementara menjadi tua dan mati, serta keuntungan dari manfaat Saddharmapundarikasutra dari pemanenan yang tersurat menjadi tenggelam dan musnah.
Dalam Bab Bhaisyajaraja dikatakan, “pada 500 tahun ke-5 kemudian, akan tersebar luas...” Kalimat ini berarti Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang terpendam dirahasiakan secara tersirat dalam Bab Panjang Usia Tathagata tidak tua dan tidak mati.
Dan jika kutipan kalimat di atas dibaca setahap lebih mendalam, manusia dan hukum, keduanya menyatakan teori sebab pokok (honin) dan akibat pokok (hon-ga). Yakni, tidak tua berarti Buddha Sakyamuni, tidak mati berarti Bodhisattva Visishtakaritra.
Dalam Catatan Hokke Mongu rol ke-9 Mahaguru Miao-Lo mengatakan, “Dari dahulu ayah telah meminum obat bibit prajna yang mengembalikan usia. Maka sekalipun sudah tua, ayah kelihatan masih muda. Sedangkan anaknya, dengan kekuatan obat selalu menetap tidak mati, sekalipun masih muda tetapi seperti tua.” Dalam Catatan Ajaran Lisan dikatakan,” Tidak tua adalah Buddha Sakyamuni, Tidak mati adalah Jenis Muncul dari Bumi” (Gosyo Zensyu halaman 774). Dari kalimat-kalimat ini jelas bahwa tidak tua tidak mati dapat dibagi sebagai guru dan murid. Guru dan murid berarti sebab pokok dan akibat pokok.
Dalam surat Perihal 106 dikatakan, “Buddha Sakyamuni dari akibat pokok mengundang keluar Bodhisattva Visishtakaritra dari sebab pokok. Hal ini adalah untuk keuntungan dari manfaat Masa Akhir Dharma sesudah kemoksyaan Sang Buddha” (Gosyo Zensyu halaman 864). Berarti guru dan murid dibabarkan menjadi sebab pokok tidak tua tidak mati diterangkan sebagai berikut:
Berdasarkan sebab pokok gaib (hon in myo), pada saat teori ini dinyatakan demi keuntungan dari umat manusia Masa Akhir Dharma, guru dan murid adalah manusia dan hukum. Dengan melaksanakan pertapaan Saddharma dan sebab pokok akibat pokok sesaat, manusia dapat merasakan sebab gaib akibat gaib sesaat.
Kalimat, “Pada saat teori kewajaran terwujud secara nyata, baik manusia maupun Hukum, keduanya menjadi tidak tua tidak mati,” berarti kita sekalian, orang yang percaya Hukum Buddha Sandaihiho, yang menjalankan perombakan sifat jiwa. Karena Hukum Buddha Sandaihiho ini tidak berawal akhir maka tidak tua tidak mati. Orang yang menyebut daimoku kepada Gohonzon dapat menyadari jiwa kekal abadi dan membuka kesadaran bahwa badan sendiri adalah Tathagata Trikaya yang tidak dibuat-buat dari asal mula, orang yang menjalankan perombakan sifat jiwa seperti ini merupakan orang yang tidak tua, tidak mati.
Dengan demikian, setiap orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon, melaksanakan perombakan sifat jiwa dan nasib serta dapat menjalani hidup yang bahagia hingga dapat tercapai keterpaduan hukum masyarakat dan Hukum Buddha dan pelestarian Dharma, berarti dapat mewujudnyatakan Hukum yang tidak tua dan tidak mati.
12Jika Ajaran sementara yang dibabarkan dalam Sutra Sementara dibuka dan bertemu (kai-e) pada hakikatnya membabarkan Ekabuddhayana. Maka hukum manapun menjadi Saddharmapundarika-sutra, sehingga tiada lagi perbedaan unggul dan rendah, dalam dan dangkal.
Keterangan
Perihal berbagai yana (ajaran) yang ‘dibuka dan bertemu’ sehingga menjadi Ekabhuddhayana masih merupakan perbandingan unggul rendah dan dalam dangkalnya antara Saddharmapundarika-sutra dengan Sutra Sementara.
Pertama, perbedaan membuka secara aktif dan menerima secara pasif. Dalam Surat Perihal Daimoku Mida Myogo Syoretsuji dikatakan, “Myohorengekyo adalah membuka secara aktif dan Namu Buddha Amitabha adalah membuka secara pasif” (Gosyo Zensyu halaman 115). Dalam Surat Perihal Garis Besar Ajaran Suci Seumur Hidup dikatakan, “Ada dua hal Saddharmapundarika-sutra. Pertama, membuka secara pasif dan kedua, membuka secara aktif” (Gosyo Zensyu halaman 404). Dari kutipan di atas jelas kedua Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya tidaklah sama.
Dalam Surat Perihal Sepuluh Bab dikatakan, “Meskipun ajaran Nembutsu sudah menyadari, membuka dan bertemu, juga masih merupakan Ajaran Sementara dari dalam badan (keterangan: dalam ajaran Buddha). Tetap tidak dapat menyamai Ajaran Sesungguhnya dari dalam badan” (Gosyo Zensyu halaman 1275). Inilah dasar unggul-rendahnya Ajaran Sesungguhnya dengan Ajaran Sementara.
Selanjutnya, dalam Surat Perihal Sebab Akibat Yang jelas Sepuluh Dunia Hukum dikatakan, “Sesudah menimbulkan kesadaran ini, pelaksana ialah orang yang membaca dan menyebut seluruh Sutra Mahayana dan Saddharmapundarika-sutra” meskipun juga membaca Sutra Agama dan Sutra Hinayana” (Gosyo Zensyu halaman 437). “Kesadaran” dari kalimat ini bermakna menyadari hal membuka dan bertemu.
Dalam Surat Sepuluh Bab diuraikan tentang makna kesadaran sebagai berikut,” Nembutsu yang sudah menyadari hal membuka dan bertemu pun, masih merupakan Ajaran Sementara dari dalam badan (Gosyo Zensyu halaman 1275). Memahami makna kesadaran sebagaimana dijelaskan dalam kalimat tersebut berarti mengetahui bagaimana mendapatkan kesadaran tentang hal membuka dan bertemu. Dalam kalimat ini juga terkandung makna perbandingan unggul rendah. Adalah makna sesat bila menganggap bahwa Ajaran Sementara sesudah dibuka dan bertemu menjadi satu badan dengan Ajaran Sesungguhnya sehingga antara keduanya sama sekali tidak ada perbedaan. Jika ada hati yang terikat pada makna sesat ini, maka hati ini menjadi hati dan pintu hukum yang belum dibuka dan bertemu. Maka Niciren Daisyonin memecahkan dan mematahkan makna sesat itu.
Cara membaca kalimat pelaksana ialah orang yang membaca dan menyebut seluruh Sutra Mahayana dan Saddharmapundarikasutra, meskipun juga membaca Sutra Agama dan Sutra Hinayana, diterangkan dalam surat Sepuluh Bab sebagai berikut. “Satu bagian Syikan merupakan kalimat yang ditegakkan berdasarkan Saddharmapundarika-sutra yang dibuka dan bertemu. Walaupun mengutip sutra-sutra sementara, bahkan menggunakan sutra non Buddhis, keinginan hatinya tetap bukan sutra sementara dan non Buddhis. Meminjam kalimat pun dengan mengikis dan membuang maknanya. Dengan mengutip berbagai sutra dan menegakkan empat jenis, tetapi keinginan hatinya tetap pada Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu halaman 1273). Dari kalimat ini jelas bahwa semestinya hanya membaca berdasarkan makna Saddharma dan membuang makna Sutra Sementara dan non Buddhis. Dengan demikian membaca kalimat Sutra Sementara pun adalah untuk menegakkan dan mewujudkan makna Saddharmapundarika-sutra. Maka, sekalipun membaca Sutra Sementara akan manjadi sama dengan membaca kalimat Saddharmapundanikasutra dan meskipun merupakan kalimat dari Sutra Sementara, arti dan maknanya tetap ada pada Saddharmapundarika-sutra. Berarti Sutra Sementara sebagai pintu ajaran dan ‘kalimat perbandingan tergantung makna’ (egi hanmon). Dan juga mempunyai makna “kalimat ada pada Sutra Sementara, maknanya ada pada Saddharmapundarika-sutra.”
Dalam Surat Perihal Garis Besar Ajaran Suci Seumur Hidup dikatakan, “karena sutra ini bukan merupakan pewarisan, maka sukar diketahui” (Gosyo Zensyu halaman 398). Dalam surat yang sama dikatakan, “jika orang mempelajari dan mendiskusikan tanpa mengetahui Saddharmapundarika-sutra, hanya menjadi keuntungan dari manfaat Sutra Sementara” (Gosyo Zensyu halaman 404). Sesuai dengan kalimat ini, jika tidak mengetahui pewarisan penegakkan unggul rendah Ajaran Sesungguhnya dan Ajaran Sementara sesudah dibuka dan bertemu, maka kedua ajaran yang sudah dibuka dan bertemu dijadikan satu badan. Maka, sekalipun Saddharmapundarikasutra, keuntungan dari manfaatnya akan turun menjadi keuntungan dari manfaat Sutra Sementara. lnilah arti perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya.
Sesuai dengan hal ini, jika tidak mengetahui pewarisan adanya unggul rendah Ajaran Pokok dan Ajaran Bayangan sesudah menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya akan berpikir, bahwa kedua ajaran ini, sesudah menanggalkan pendirian sementara dan menegakkan pendirian sesungguhnya merupakan satu badan. Maka, karunia kebajikan membaca Ajaran Pokok akan turun menjadi keuntungan dari manfaat Ajaran Sementara. Dengan demikian, Hukum Buddha sesungguhnya dibagi dan ditegakkan dengan tegas dan teliti berdasarkan unggul rendah dan dalam dangkalnya Hukum. Seandainya tersesat dalam hal ini tidak melaksanakan pertapaan Jalan Buddha yang benar.
Pada Zaman sekarang banyak orang berpandangan sesat bahwa sesudah dibuka dan bertemu semua ajaran tidak ada perbedaan. Memang pendirian dan cara masing-masing agama berbeda, tetapi semuanya mempunyai tujuan yang sama. Jika dalam kehidupan beragama terjadi keributan, umat tidak akan menghargainya. Agar semua agama bersatu hati, perbedaan-perbedaan yang ada harus dihilangkan. Dasar ajaran agama Buddha adalah semangat toleransi, sehingga jika merasa ajaran sendiri unggul dan menolak yang lain, dikatakan bukan semangat agama Buddha yang sebenarnya. Demikianlah banyak terdapat pandangan sesat yang berpikir bahwa semua ajaran adalah sama. Sebenarnya cara berpikir yang sesat seperti inilah yang dipatahkan oleh Niciren Daisyonin secara keras. Perkataan harus bersikap toleransi timbul untuk menutupi ketidakberdayaan hukum diri sendiri. Hukum Buddha itu sendiri menyelamatkan umat dari dasarnya, maka pasti memiliki semangat dan sikap toleransi ini hanya terbatas terhadap orang. Terhadap Hukum tetap harus membandingkan dalam dangkal dan unggul rendahnya secara tegas. Sikap yang tegas terhadap Hukum baru akan melahirkan semangat toleransi yang sebenarnya dalam upaya agar seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha.
Dalam Sutra Nirvana Buddha Sakyamuni mengatakan, “Hendaknya menjadi guru.” Dan “Seandainya ada orang yang tidak mau mengikuti pembabaran Sang Buddha haruslah diketahui bahwa orang ini adalah keluarga dari iblis.” Dengan demikian jelas bahwa tidak ada kalimat Sutra yang membabarkan adanya toleransi terhadap Hukum. Bahkan kalimat sutra menerangkan mengenai makna Hukum yang benar, harus menjaga dan mewariskan untuk melestarikan Hukum yang sebenarnya dan dengan keras memperingatkan toleransi yang palsu sebagai kompromi terhadap makna ajaran.
13Tetapi menurut Saya hal ini sama sekali keliru. Karena dalam menjalankan pertapaan Hukum Buddha, kita tidak boleh menuruti kata-kata orang melainkan harus mematuhi dan menjaga petuah emas Sang Buddha.
Keterangan
Dengan satu perkataan “hal ini sama sekali keliru” Niciren Daisyonin memecahkan dan mematahkan kesalahan pandangan berbagai sekte tentang melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha, yang mencampuradukkan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Selanjutnya, kalimat “harus mematuhi dan menjaga petuah emas Sang Buddha,” dapat dibaca sebagai kalimat “sesuai yang dibabarkan Sang Buddha.” Sedangkan kalimat “menjalankan pertapaan Hukum Buddha,” dapat dibaca sebagai kalimat “melaksanakan pertapaan.”
Pemahaman masyarakat zaman sekarang akan Hukum Buddha sangatlah rendah. Mereka benarbenar berpikir bahwa semua ajaran Nembutsu, Syingon, dan Zen adalah Hukum Buddha. Tetapi Hukum yang dibabarkan sekte-sekte itu sebenarnya adalah pandangan sendiri yang tidak sesuai dengan kalimat Sutra petuah emas Sang Buddha. Masing-masing sekte mempunyai kalimat sutra sebagai andalan, sehingga kelihatannya mereka berdasarkan pembabaran Sang Buddha. Namun, hal ini hanya merupakan formalitas saja. Sebenarnya hukum sekte itu sendiri dibuat dengan seenaknya tanpa sungguhsungguh melihat pembabaran Sang Buddha.
Dalam perkembangan Hukum Buddha, sesudah kemoksyaan Sang Buddha banyak guru manusia dan guru sastra timbul secara nyata, sehingga banyak sekali membuat sastra dan ulasan. Namun bagaimanapun semua sastra dan ulasan tersebut berdasarkan pembabaran Sang Buddha dan berfungsi di bidang masing-masing sesuai dengan zaman. Jika sastra dan ulasan dibuat seenaknya tanpa menghargai pembabaran Sang Buddha, walaupun diakui sebagai ajaran Buddha dan dapat dibanggakan dalam banyak hal, sastra dan ulasan tersebut akan merusak struktur filsafat Hukum Buddha yang unggul dan agung. Dengan demikian, umat kehilangan apa yang sebenarnya menjadi Hukum sesungguhnya sehingga akhirnya dimabukkan hukum sesat. Oleh karena itu Niciren Daisyonin mengatakan, “Harus menjaga petuah emas Sang Buddha.” Dan “Tergantung Hukum, tidak tergantung orang”, yang dibabarkan Buddha Sakyarnuni dalam Sutra Nirvana, juga merupakan titik tolak mendasar pelaksanaan Hukum Buddha. Hal ini dapat dimengerti jika membaca surat-surat Niciren Daisyonin.
Dalam surat-surat Beliau pasti mengutip kalimat sutra Buddha Sakyamuni dan selain itu mengutip juga ulasan-ulasan Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Miao-lo dan Mahaguru Dengyo untuk menerangkan pintu hukum. Inilah rumus penyamaan dari “tergantung Hukum, tidak tergantung orang”. Leluhur pendiri sektesekte tidak memperhatikan rumus penyamaan dari “melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha”, namun akhirnya malah menjadi orang yang memfitnah Dharma. Dengan demikian, hendaknya diketahui kalimat “sama sekali keliru” adalah kalimat yang penuh mahamaitri karuna dari Buddha Pokok untuk menyelamatkan penderitaan umat manusia.
Kalimat, “Guru Pokok kita, Tathagata Sakyamuni, dari awal pencapaian kesadaranNya pada usia 3O tahun bermaksud untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra. Namun karena bakat umatnya belum matang”, menerangkan perihal melaksanakan pertapaan sesuai yang dibabarkan Sang Buddha secara luas. Pertama, menerangkan awal dan akhir dari ajaran semasa hidup Buddha Sakyamuni dengan mengulas “yang dibabarkan Sang Buddha”. Yakni, menerangkan makna perbandingan Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya bahwa Ajaran Sesungguhnya dari Buddha Sakyamuni hanya dibabarkan dalam Saddharmapundarikasutra. Juga memecahkan serta mematahkan campuraduk Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya.
Kalimat selanjutnya, “Setelah pernyataan ini, hanya Saddharma dan Ekabuddhayana sajalah Hukum Agung yang dapat membuat seluruh umat manusia mencapai kesadaran Buddha” berarti tidak ada satu bagian pun sutra selain Hukum Agung Saddharmapundarika-sutra yang memberikan manfaat. Pada umumnya, kalimat ini berarti kalimat perbandingan unggul rendah Ajaran Sesungguhnya dan Ajaran sementara. Pada khususnya mempunyai arti dasar pokok bahwa “Yang dibabarkan Sang Buddha” pada Masa Akhir Dharma sekarang ini adalah perbandingan Penanaman Bibit dan Pemanenan.
Dalam surat ini dikatakan, “Para sarjana Masa Akhir Dharma ini beranggapan, karena sutra manapun merupakan pembabaran Sang Tathagata, mereka pasti dapat mencapai kesadaran Buddha. Kalimat ini menerangkan perihal pertapaan. Kalimat tersebut mengatakan, bahwa semua ajaran dibabarkan oleh Sang Tathagata, sehingga semuanya dapat membuat tercapainya kesadaran Buddha. Berdasarkan hal inilah, Orang-orang biasa zaman sekarang berpikir bahwa ajaran manapun semuanya sama. Sebenarnya hal ini mengejutkan sekali. Semasa Niciren Daisyonin hidup, pada umumnya pandangan keagamaan dan pandangan hidup masih didasari ajaran Buddha. Maka dapat terjadi keadaan tercampuraduknya Ajaran Sesungguhnya dengan Ajaran Sementara. Namun, setelah lewat 700 tahun, di zaman sekarang ini, pikiran Hukum Buddha dalam bentuk pandangan hidup hanyalah kemungkinan yang paling kecil saja. Ajaran itu sendiri telah runtuh sehingga pandangan umat mengenai agama menjadi rusak dan musnah. Jika kalimat ini didiskusikan secara luas sesuai dengan zaman sekarang, dapat diketahui kalimat tersebut menerangkan masalah penegakan pandangan hidup dan pandangan dunia bagi setiap individu.
Pada Zaman Sekarang, pandangan hidup orang-orang cenderung pada yang mudah, mencampuradukkan bermacam-macam filsafat dan bersifat mementingkan diri sendiri. Ada orang yang berfilsafat Eksistensialisme, ada orang yang berfilsafat Marxisme, ada orang yang menganut ajaran Kristen atau ideologi lainnya. Ada pula yang meskipun tidak mempunyai ideologi atau filsafat tertentu, membentuk pandangan hidup masing-masing dengan mencampuradukkan bermacam-macam filsafat. Dalam hal ini mungkin terjadi kesalahpahaman mengenai keadilan bagi individu dan kebebasan berfilsafat dari sistem demokrasi. Akhirnya banyak mengunggulkan pandangan hidup sendiri yang rendah dan terbelenggu dengannya. Di dasar pandangan hidup dan pandangan dunia pasti terdapat filsafat atau ideologi. Tergantung dalam dangkal, tinggi rendah, baik buruk filsafat ini, tentu terdapat juga dalam dangkal, tinggi rendah pandangan hidup masing-masing pribadi. Pengertian mengenai keadilan bagi individu dan kebebasan berfilsafat sebagai hak dan kewajiban yang dikatakan dalam Undang-Undang, secara mendasar berlainan dengan pengertian bahwa pandangan hidup manapun semua adil dan mempunyai nilai yang sama.
Yang terpenting, filsafat yang lebih unggul sebagai dasar ideologi untuk membangun kehidupan yang penuh kemanusiaan, jangan hanya ada dalam pikiran saja. Jika demikian berarti hanya ada “yang dibabarkan Sang Tathagata” tidak ada “melaksanakan pertapaan”. Sebenarnya baik ideologi, filsafat maupun pikiran manusia disusun dengan bahasa berdasarkan logika sehingga merupakan teori yang tidak bertentangan. Kehidupan itu sendiri merupakan suatu perwujudan dari gerakan jiwa tiap kejap. Oleh karena itu, di zaman sekarang antara pandangan hidup dan pandangan dunia yang didasari filsafat atau ideologi sebagai “yang dibabarkan Sang Buddha” dengan kehidupan sebagai” melaksanakan pertapaan” terdapat batas hambatan yang besar. jika dapat melampaui batasan ini, sehingga “yang dibabarkan Sang Buddha” dengan “pelaksanaan pertapaan” menjadi terpadu, maka dalam kehidupan akan didasari kekuatan jiwa yang agung. Hal ini hanya terdapat pada Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang merupakan Hukum Sesungguhnya dalam sesungguhnya, Hukum Sebenarnya dalam sebenarnya. Berarti dalam Hukum Buddha, manjalankan daimoku pada Dai Gohonzon adalah menjalankan kehidupan seperti yang dibabarkan Sang Buddha. Yakni membuka dan menyadari jiwa Buddha yang ada dalam dada kita sendiri. Dengan demikian dapat mewujudnyatakan badan diri sendiri sebagai perilaku Buddha. Tetapi filosofi atau idelogi pada umumnya:
-
Hanya menjadi teori, tidak menegakkan cara pelaksanaan yang kokoh.
-
Teori itu sendiri tidak menerangkan intisari jiwa manusia, hanya merupakan teori ideologi saja.
14Dengan demikian, jika percaya berbagai sutra dan berbagai Buddha dari Ajaran Upaya sementara, dianggap sebagai percaya kepada Saddharmapundarika-sutra, sudah tentu merupakan hal yang salah... Apakah tidak dapat disebut sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha.
Keterangan
Dalam kutipan kalimat di atas dikatakan, bahwa dalam Saddharmapundarika-sutra Bab Dharma Duta dibabarkan lima macam pertapaan, yakni pertapaan menerima dan mempertahankan, membaca, menghafal, memahami dan membabarkan serta menyalin dan dalam Bab Pertapaan Yang Tenang dan Menyenangkan, dibabarkan empat pertapaan yang tenang dan menyenangkan, yakni badan, mulut, hati dan prasetya. Dipertanyakan, apakah orang yang menjalankan lima macam pertapaan dan pertapaan syoju dari Bab Pertapaan Yang Tenang Dan Menyenangkan, tidak disebut pelaksana pertapaan yang sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha? Di sini, secara tidak langsung menguraikan kritik, bahwa Niciren Daisyonin tidak dapat disebut sebagai pelaksana pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha karena Beliau tidak melaksanakan lima macam pertapaan dan mengalami penganiayaan.
Sebenarnya, dari lima macam pertapaan, pertapaan menerima dan mempertahankan merupakan inti pokok Pelaksanaan menerima dan mempertahankan di Masa Akhir Dharma, adalah percaya kepada Gohonzon dari Sandaihiho dan menyebut : daimoku. Dengan mengutip jilid ke-55 Mahaprajnaparamitasastra, di dalam rol ke-8 Hokke Mongu paruh awal, Mahaguru Tien-tai mengulas mengenai menerima dan mempertahankan sebagai berikut : “Dengan kekuatan percaya, dapat menerima dan dengan kekuatan kesungguhan hati, dapat mempertahankan”. Dan, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh akhir dikatakan, “Dengan meringkas empat pertapaan dari kelima macam pertapaan, hanya terdapat satu baris dari menerima dan mempertahankan. Dengan ini dapat mencapai Kesadaran Buddha. Hal ini sangat jelas tertera dalam kalimat Sutra”. (Gosyo Zensyu halaman 783).
Di dalam Catatan Ajaran Lisan yang sama dikatakan, “Hanya dengan satu baris menerima dan mempertahankan Sutra ini di Masa Akhir Dharma, ditentukan dapat Tercapai Kesadaran Buddha. Dan lain-lain”. (Gosyo Zensyu halaman 772). Oleh karena itu, hanya menerima dan mempertahankan adalah yang terpenting di Masa Akhir Dharma. Di dalam satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ telah tercakup empat macam yang lainnya, yakni membaca, menghafal, memahami dan membabarkan serta menyalin. Membaca dan rnenghafal berarti menyebut Nammyohorengekyo.
Maka, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh awal dikatakan, “Bab XVI, Perihal Membaca dan Mempertahankan Sutra ini. Dalam Ajaran Lisan, hal ini dikatakan dua baris pertapaan membaca dan menghafal, menerima dan mempertahankan dari lima macam pertapaan. Sekarang, Niciren Daisyonin beserta murid penganut menyebut Nammyohorengekyo, berarti membaca. Mempertahankan Sutra ini berarti lima aksara daimoku dan lain-lain” (Gosyo Zensyu halaman 743).
Dan mengenai memahami dan membabarkan, di dalam Catatan Ajaran Lisan paruh akhir dikatakan, “Membabarkan Dharma setelah memasuki Masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo. Sekarang inilah pembabaran Dharma dari Niciren Daisyonin, beserta murid dan penganutnya”. (Gosyo Zensyu halaman 756). Dan dalam Catatan Ajaran Lisan paruh awal dikatakan, “Nammyohorengekyo, berarti membabarkan. Sekarang, Niciren Daisyonin beserta rnurid dan penganut merupakan pelaksana pembabaran sekejap dengan baik. Dan lain-lain”. (Gosyo Zensyu halaman 743).
Maka menurut seluruh kalimat di atas, dalam Masa Akhir Dharma sekarang dan yang akan datang, satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ Gohonzon mencakupi seluruh lima macam pertapaan. Dengan demikian, kutipan-kutipan di atas, memecahkan lima macam pertapaan dari Hukum Buddha ‘Manfaat Pemanenan’ Masa Pratirupadharma, dan menerangkan, bahwa pelaksanaan satu kata ‘menerima dan mempertahankan’ Dai Gohonzon dari Hukurn Buddha Pembibitan Masa Akhir Dharma, merupakan pelaksanaan pertapaan sesuai dengan yang dibabarkan Sang Buddha yang sesungguhnya.
Dalam Surat Kanjin no Honzon dikatakan, “Lima aksara Myohorengekyo mencakup dua hukum pelaksanaan, sebab dan kebajikan akibat dari Buddha Sakyamuni. Jika kita menerima dan mempertahankan lima aksara ini, dengan sendirinya mendapat karunia kebajikan sebab akibat tertentu”. (Gosyo Zensyu halaman 246). Demikianlah, diuraikan makna menerima dan mempertahankan adalah kesadaran. Selain ini di dalam Surat Balasan kepada Syijo Kingo dikatakan, “Menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar, tetapi dengan mempertahankan baru dapat tercapai kesadaran. Oleh karena itu, hendaknya diketahui, bahwa bila mempertahankan Saddharmapundarikasutra (Gohonzon), harus bersedia menghadapi kesuIitan… Nammyohorengekyo sangat penting bagi para Buddha ketiga masa” (Gosyo Zensyu halarnan 1136).
15Pada dasarnya, orang yang menjalankan pertapaan Jalan Buddha harus mengetahui dua hukum pelaksanaan pertapaan : syoju dan syakubuku. Seluruh sutra maupun sastra, tidak terlepas dari dua hukum syoju dan syakubuku.
Keterangan
Sedangkan, Buddha Pokok Niciren Daisyonin mengatakan, bahwa seluruh kalimat sutra dan sastra termasuk dalam dua pintu hukum syoju dan syakubuku dan Inti pokok pertapaan Jalan Buddha, adalah pelaksanaan untuk orang lain. Dalam Surat Perihal 106 dikatakan, “Hukum tidak tersebar luas dengan sendirinya. Karena Hukum disebarluaskan oleh orang, maka orang dan Hukum keduanya diagungkan”. (Gosyo Zensyu halaman 856). Dengan demikian Beliau menekankan betapa pentingnya menyebarluaskan Hukum.
Selanjutnya, diuraikan pertapaan syoju dan syakubuku sebagai pola penyebarluasan sutra. Syoju mempunyai makna menarik dengan tidak mematahkan dan menerima dengan toleransi. Berarti cara mengajar dan membimbing. Setahap demi setahap menarik dan menerima, serta tidak menghantam secara keras kesalahan orang lain meskipun mengetahuinya. Dan syakubuku bermakna memecahkan dan mematahkan serta menyuruh menundukkan kepala. Berarti, perilaku pelaksanaan mematahkan kepercayaan orang, kepada ajaran sesat dan makna sesat dan menarik dengan memberitahukan Hukum Sebenarnya. Perilaku ini merupakan perilaku maitri karuna yang tegas, menarik dan menganjurkan hati kepercayaan dengan mematahkan keburukan hati orang tersebut.
Saddharmapundarika-sutra membabarkan keduanya, syoju dan syakubuku. Di dalam Bab XIV Pertapaan yang Tenang dan Menyenangkan dibabarkan mengenai syoju, sedangkan dalam Bab Anjuran Untuk Mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dan Bab Bodhisattva Sadaparibhuta. dibabarkan mengenai syakubuku. Mengenai syoju dan syakubuku ini, Surat dari Sado mengatakan, “Syoju dan syakubuku dari Hukum Buddha tergantung waktu”. (Gosyo Zensyu halaman 957). Di dalam Surat Membuka Mata Paruh Akhir dikatakan, “Pintu Hukum yang disebut syoju dan syakubuku bagaikan air dan api. Api tidak menyukai air, air membenci api. Pelaksana syoju menertawakan pelaksana syakubuku, pelaksana syakubuku prihatin terhadap syoju. Ketika orang bodoh dan orang buruk memenuhi tanah negeri, harus mendahulukan syoju seperti pelaksanaan dari Bab Pertapaan Yang Tenang dan Menyenangkan. Pada waktu banyak orang yang licik dan memfitnah Dharma, harus mendahulukan syakubuku seperti Bab Bodhisattva Sadaparibhuta. Sebagai umpama, pada waktu panas menggunakan air dingin; pada waktu dingin menyukai api.
Di Masa Akhir Dharma terdapat syoju dan syakubuku, karena ada dua macam negara, yakni : negara buruk dan negara pelanggar Hukum. Negara Jepang zaman sekarang, harus diketahui apakah negara buruk atau pelanggar Hukum”. (Gosyo Zensyu halaman 235). Berdasarkan kalimat ini, jelas, bahwa pelaksanaan pertapaan Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma adalah syakubuku.
Namun melaksanakan syakubuku di masa Akhir Dharma merupakan hal yang sukar sekali. Baik Kasyapa maupun Ananda, sekalipun mereka adalah Bodhisattva yang dibimbing Buddha Sementara, tidak dapat menahan penganiayaan, sehingga tidak diijinkan untuk menyebarluaskan di Masa Akhir Dharma. Hanya Bodhisattva Muncul dari Bumi yang hadir secara nyata pada masa buruk lima kekeruhan sebagai utusan Tathagata yang melaksanakan syakubuku di Masa Akhir Dharma. Oleh karena itu, di dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum dikatakan, “Pada kehidupan kali ini, harus meneruskan kepercayaan dengan hati yang berkobar-kobar. Laksanakanlah sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra seumur hidup, serta bertekadlah untuk tetap menjadi keluarga Niciren Daisyonin, bukankah merupakan bagian keluarga Bodhisattva Muncul dari Bumi? Pada Masa Akhir Dharma ini, dalam menyebarluaskan kelima aksara Myohorengekyo, jangan dibedakan antara pria dan wanita. Apabila semuanya bukan Bodhisattva Muncul dari Bumi, yang keluar secara nyata, maka tidak dapat menyebut daimoku ini”. (Gosyo Zensyu halaman 1360). Di sini ditegaskan, bahwa orang yang menjalankan syakubuku, ditentukan sebagai Bodhisattva Muncul dari Bumi.
Di dalam surat lainnya, juga terdapat berbagai bagian yang menganjurkan, agar melaksanakan syakubuku. Di dalam Surat Wajah Sesungguhnya Segala Hukum, dikatakan, “Bergiatlah dalam kedua jalan : pelaksanaan dan belajar. Tanpa adanya pelaksanaan dan belajar, agama Buddha pun akan punah. Diri kita sendiri harus menjalankan dan mengajarkan serta membimbing orang lain. Pelaksanaan dan belajar timbul dari hati kepercayaan. Apabila Anda memiliki kemampuan, sampaikanlah kepada orang lain meskipun hanya satu bait atau satu kalimat”. (Gosyo Zensyu halaman 1.361 ). Demikian dianjurkan untuk rnelaksanakan syakubuku sebagai dasar pokok hati kepercayaan.
16Para sarjana di dalam negeri mengatakan, telah hampir mempelajari seluruh Hukum Buddha, namun mereka tidak mengetahui inti sari jalan pertapaan yang sesuai dengan waktu.
Keterangan
17Bunga mekar pada musim semi dan menjadi buah pada musim gugur. Oleh karena itu, sesuai dengan gerakan perubahan musim, bibit ditanam pada musim semi dan dipanen pada musim gugur.
Keterangan
Mereka menjadikan Buddha Sakyamuni sebagai pusaka pujaan dan percaya kepada Saddharmapundarika-sutra dari kalimat tersurat. Sikap ini sama seperti menanam bibit di musim gugur. Meskipun berusaha sekeras bagaimanapun, tetap tidak akan memetik buahnya. Demikian pula halnya, tidak akan mencapai kehidupan yang bahagia”. Di sini diulas sedikit tentang pembibitan dan pemanenen. Pembibitan menunjukkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin dan pemanenan berarti Hukum Buddha dari Buddha sakyamuni.
Pada zaman sekarang, meskipun Agama Buddha terpecah menjadi bermacam-macam sekte, jika mengatakan Hukum Buddha, dalam benak umat masa Akhir Dharma, pada umumnya berpikir, bahwa Hukum Buddha adalah hukum yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Padahal, sebenarnya bukanlah demikian. Atau mengenai yang disebut Buddha, banyak orang berpikir, bahwa orang setelah meninggal menjadi Buddha. Dengan demikian filsafat Hukum Buddha dibengkokkan dan akhirnya menjadi filsafat takhayul.
Dalam Hukum Buddha diajarkan tentang tiga makna : pembibitan, pematangan dan pemanenan. Tanpa mengetahui hal ini, tidak akan jelas ajaran hukum mana dan pertapaan yang bagaimana, untuk dapat menjadi Buddha. Buddha Sakyamuni, mencapai Kesadaran Buddha pada masa lampau amat jauh yang disebut 500 asemkheya kalpa koti. Umat yang ditanam bibit untuk mencapai Kesadaran Buddha oleh Buddha Sakyamuni pada waktu itu, menumpuk pertapaan berulang kali selama kalpa yang panjang. Barulah pada 3.000 tahun yang lalu mereka dilahirkan bersama Buddha Sakyamuni di India dan mendengar pembabaran Hukum Sang Buddha, sehingga memperoleh Jalan Pencapaian Kesadaran. Dengan demikian, Hukum Buddha Sakyamuni merupakan ajaran pencapaian Kesadaran bagi umat yang telah ditanam bibit pada 500 asemkheya kalpa koti, sehingga dikatakan, pada dasar pokok jiwa umat ini sudah ada akar kebaikan. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni disebut Hukum Buddha dari manfaat pemanenan.
Masa Akhir Dharma, seperti telah diramalkan dalam Sutra Mahasanghata, merupakan zaman yang kacau dan penuh keributan dan merupakan saatnya Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni tenggelam, tersembunyi. Akar bakat umat pada masa ini, dikatakan pada dasar jiwanya tidak ada kebaikan, yakni tidak memperoleh penanaman bibit di masa lampau, sehingga bagaimana pun menjalankan pertapaan, tidak akan mencapai kesadaran. Bagi umat yang pada dasar jiwanya tidak mempunyai akar kebaikan ini, Hukum Buddha yang menanam bibit, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha adalah Hukum Buddha Sebab Pokok Gaib dari Niciren Daisyonin. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni dikatakan dari manfaat pemanenan, sedangkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin dari manfaat pembibitan. Jika tidak mengetahui perbedaan ini dan keliru dalam membedakan bagian Ajaran Pokok dengan Ajaran Bayangan, pembibitan dengan pemanenan, mutlak tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha.
Dalam surat dikatakan, “Pada waktu yang sangat dingin, pakaian tebal akan berguna.” Berarti, yang terpenting dalam mempelajari dan melaksanakan pertapaan Hukum Buddha, adalah harus mengetahui tentang waktu dan melaksanakan pertapaan Ajaran Hukum yang sesuai dengan waktu dan bakat. Pada kalimat awal dalam Surat Memilih Waktu dikatakan, “Jika ingin mempelajari Hukum Buddha, pertama, pasti harus mempelajari waktu” (Gosyo Zensyu halaman 256).
Pada musim yang sangat dingin, sekalipun ada angin sejuk bertiup dan pada musim panas sekalipun ada pakaian tebal, sama sekali tidak ada gunanya, bahkan dapat membahayakan. Demikian pula halnya dengan 1.000 tahun Masa Saddharma dan 1.000 tahun Masa Pratirupadharma. Kedua masa ini merupakan zaman tersebarnya Ajaran Hinayana, Semi Mahayana dan Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra, untuk memberi keuntungan dari manfaat menyelamatkan umat manusia. Maka, meskipun Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra ada di zaman itu, bukanlah waktu untuk menyebarkan ajaran ini. Di dalam hati Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo, mengetahui Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang terpendam dirahasiakan secara tersirat dalam Bab Panjang Usia Tathagata, namun tidak membabarkannya keluar.
Maka dalam Surat Membuka Mata, Niciren Daisyonin mengatakan, “Pintu Hukum Icinen Sanzen hanya terdapat pada Saddharmapundarika-sutra. Dalam Saddharmapundarika-sutra terpendam dirahasiakan dalam kalimat tersirat Bab Panjang Usia Tathagata. Nagarjuna dan Vasubandhu mengetahuinya, namun tidak menyebarkannya. Hanya Mahaguru Tien-tai menyimpannya dalam hati”. (Gosyo Zensyu halaman 89). Di Masa Akhir Dharma sekarang ini, Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni hanya tinggal bentuknya saja. Pada saat ini, hanya Saddharma dari Sandaihiho saja, yang dapat mewujudkan kehidupan bahagia yang tidak tergoyahkan, bagi umat manusia serta perdamaian dunia.
17Bunga mekar pada musim semi dan menjadi buah pada musim gugur. Oleh karena itu, sesuai dengan gerakan perubahan musim, bibit ditanam pada musim semi dan dipanen pada musim gugur.
Keterangan
Mereka menjadikan Buddha Sakyamuni sebagai pusaka pujaan dan percaya kepada Saddharmapundarika-sutra dari kalimat tersurat. Sikap ini sama seperti menanam bibit di musim gugur. Meskipun berusaha sekeras bagaimanapun, tetap tidak akan memetik buahnya. Demikian pula halnya, tidak akan mencapai kehidupan yang bahagia”. Di sini diulas sedikit tentang pembibitan dan pemanenen. Pembibitan menunjukkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin dan pemanenan berarti Hukum Buddha dari Buddha sakyamuni.
Pada zaman sekarang, meskipun Agama Buddha terpecah menjadi bermacam-macam sekte, jika mengatakan Hukum Buddha, dalam benak umat masa Akhir Dharma, pada umumnya berpikir, bahwa Hukum Buddha adalah hukum yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Padahal, sebenarnya bukanlah demikian. Atau mengenai yang disebut Buddha, banyak orang berpikir, bahwa orang setelah meninggal menjadi Buddha. Dengan demikian filsafat Hukum Buddha dibengkokkan dan akhirnya menjadi filsafat takhayul.
Dalam Hukum Buddha diajarkan tentang tiga makna : pembibitan, pematangan dan pemanenan. Tanpa mengetahui hal ini, tidak akan jelas ajaran hukum mana dan pertapaan yang bagaimana, untuk dapat menjadi Buddha. Buddha Sakyamuni, mencapai Kesadaran Buddha pada masa lampau amat jauh yang disebut 500 asemkheya kalpa koti. Umat yang ditanam bibit untuk mencapai Kesadaran Buddha oleh Buddha Sakyamuni pada waktu itu, menumpuk pertapaan berulang kali selama kalpa yang panjang. Barulah pada 3.000 tahun yang lalu mereka dilahirkan bersama Buddha Sakyamuni di India dan mendengar pembabaran Hukum Sang Buddha, sehingga memperoleh Jalan Pencapaian Kesadaran. Dengan demikian, Hukum Buddha Sakyamuni merupakan ajaran pencapaian Kesadaran bagi umat yang telah ditanam bibit pada 500 asemkheya kalpa koti, sehingga dikatakan, pada dasar pokok jiwa umat ini sudah ada akar kebaikan. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni disebut Hukum Buddha dari manfaat pemanenan.
Masa Akhir Dharma, seperti telah diramalkan dalam Sutra Mahasanghata, merupakan zaman yang kacau dan penuh keributan dan merupakan saatnya Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni tenggelam, tersembunyi. Akar bakat umat pada masa ini, dikatakan pada dasar jiwanya tidak ada kebaikan, yakni tidak memperoleh penanaman bibit di masa lampau, sehingga bagaimana pun menjalankan pertapaan, tidak akan mencapai kesadaran. Bagi umat yang pada dasar jiwanya tidak mempunyai akar kebaikan ini, Hukum Buddha yang menanam bibit, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha adalah Hukum Buddha Sebab Pokok Gaib dari Niciren Daisyonin. Oleh karena itu, Hukum Buddha Sakyamuni dikatakan dari manfaat pemanenan, sedangkan Hukum Buddha Niciren Daisyonin dari manfaat pembibitan. Jika tidak mengetahui perbedaan ini dan keliru dalam membedakan bagian Ajaran Pokok dengan Ajaran Bayangan, pembibitan dengan pemanenan, mutlak tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha.
Dalam surat dikatakan, “Pada waktu yang sangat dingin, pakaian tebal akan berguna.” Berarti, yang terpenting dalam mempelajari dan melaksanakan pertapaan Hukum Buddha, adalah harus mengetahui tentang waktu dan melaksanakan pertapaan Ajaran Hukum yang sesuai dengan waktu dan bakat. Pada kalimat awal dalam Surat Memilih Waktu dikatakan, “Jika ingin mempelajari Hukum Buddha, pertama, pasti harus mempelajari waktu” (Gosyo Zensyu halaman 256).
Pada musim yang sangat dingin, sekalipun ada angin sejuk bertiup dan pada musim panas sekalipun ada pakaian tebal, sama sekali tidak ada gunanya, bahkan dapat membahayakan. Demikian pula halnya dengan 1.000 tahun Masa Saddharma dan 1.000 tahun Masa Pratirupadharma. Kedua masa ini merupakan zaman tersebarnya Ajaran Hinayana, Semi Mahayana dan Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra, untuk memberi keuntungan dari manfaat menyelamatkan umat manusia. Maka, meskipun Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra ada di zaman itu, bukanlah waktu untuk menyebarkan ajaran ini. Di dalam hati Nagarjuna, Vasubandhu, Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo, mengetahui Nammyohorengekyo dari Sandaihiho yang terpendam dirahasiakan secara tersirat dalam Bab Panjang Usia Tathagata, namun tidak membabarkannya keluar.
Maka dalam Surat Membuka Mata, Niciren Daisyonin mengatakan, “Pintu Hukum Icinen Sanzen hanya terdapat pada Saddharmapundarika-sutra. Dalam Saddharmapundarika-sutra terpendam dirahasiakan dalam kalimat tersirat Bab Panjang Usia Tathagata. Nagarjuna dan Vasubandhu mengetahuinya, namun tidak menyebarkannya. Hanya Mahaguru Tien-tai menyimpannya dalam hati”. (Gosyo Zensyu halaman 89). Di Masa Akhir Dharma sekarang ini, Hukum Buddha dari Buddha Sakyamuni hanya tinggal bentuknya saja. Pada saat ini, hanya Saddharma dari Sandaihiho saja, yang dapat mewujudkan kehidupan bahagia yang tidak tergoyahkan, bagi umat manusia serta perdamaian dunia.