Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI
02-03 September 2017
Nammyohorengekyo,
Buddha adalah sebuah agama yang mempunyai konsep pemikiran bahwa hidup manusia terdiri dari tiga masa; masa lampau, masa sekarang dan masa akan datang. Menurut konsep agama Buddha, karma kita berlanjut, dari masa ke masa. Oleh karena itu, agama Buddha menjelaskan bahwa sebagaimana bagusnya atau sebagaimana jeleknya masa lampau kita, semua itu sudah berlalu, yang terpenting adalah masa sekarang.
Dalam Bab 16 Saddharmapundarika-sutra, tertulis tiga hal yang penting; Hon In Myo, Hon Ga Myo dan Hon Kokudo Myo, yang merupakan sebab-sebab pokok, akibat pokok, dan tempat yang pokok. Niciren Daisyonin mewujudkan prinsip Hon in Myo, Hon Ga Myo dan Hon Kokudo Myo ini menjadi Ketiga Hukum Rahasia Agung.
Ajaran Buddha pada umumnya adalah hasil daripada praktik-praktik yang telah dilakukan Buddha Sakyamuni, seorang yang pada asalnya bernama Pangeran Sidharta, anak dari seorang raja. Berkaitan dengan ini, ajaran Buddha menjelaskan bahwa meskipun kekayaan harta itu boleh kita miliki, yang terpokok adalah bahwa segala sesuatu harus didasari oleh kesadaran Buddha dan dilandasi oleh rezeki jiwa. Kalau kita tidak mempunyai rezeki jiwa, kekayaan tidak akan membuat kita bahagia, malah sebaliknya akan menjadi sumber penderitaan. Kekayaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk semakin membahagiakan. Jadi, sumber kebahagiaan itu sebenarnya ada pada tebal tipisnya rezeki jiwa seorang manusia.
Buddha Sakyamuni berhasil untuk mencapai tingkat kebahagiaan yang paling sempurna dalam hidupnya, dalam usaha mempraktikkan cara-cara hidup dan cara berpikir dengan benar.
Kemudian, hasil dari praktikpraktik yang dilakukan Buddha Sakyamuni tersebut diceritakan kepada murid-muridnya yang ingin mendengar. Setelah Buddha moksya, apa yang diceritakan oleh Buddha Sakyamuni dicatat menjadi ajaran. Jadi, ajaran Buddha, dalam bentuk sutra-sutra yang kita pelajari sekarang ini, merupakan teori yang telah dipraktikkan Buddha Sakyamuni sendiri.
Maka itu, di dalam gosyo ini dijelaskan ada dua aspek pemikiran; Kyoso dan Kanjin. Kanjin adalah hasil praktik dari Buddha Sakyamuni, Kyoso adalah teori-teori yang dijelaskan oleh Buddha Sakyamuni selama 50 tahun dengan beberapa tahapan. Dari dharma yang telah dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni selama 42 tahun (ajaran sementara) dan delapan tahun terakhir (ajaran sesungguhnya), kita akhirnya memahami bahwa sebetulnya tujuan ajaran Buddha Sakyamuni ada pada delapan tahun terakhir ini, yakni mengenai Saddharmapundarikasutra. Tapi khusus dalam gosyo ini, Niciren Daisyonin juga menjelaskan bahwa sebetulnya 28 bab dari Saddharmapundarika-sutra pun semuanya merupakan pengantar dan teori untuk mengantarkan tujuan pokok dari Buddha Niciren.
Prinsipnya, Kyozo dan Kanjin itu tidak cukup percaya hanya sembahyang saja. Tetapi percaya itu harus Syin Gyo dan Gaku. Oleh karena itu tidak cukup hanya percaya saja kepada Buddha tetapi kita juga harus paham apa yang diajarkan oleh Buddha dan merubah cara berpikir kita yang salah menjadi cara berpikir yang benar sesuai yang diajarkan oleh Buddha. Kita perlu secara aktif menyimak, mencatat dan memahami, lalu berusaha melaksanakan apa yang diajarkan oleh sang Buddha. Kita harus berpendirian apa yang kita dengar ini bukan ajaran dari NSI, tetapi ajaran dari Buddha Niciren.
Tujuan pokok kelahiran Buddha Niciren di dunia ini adalah untuk membabarkan Saddharmapundarika-sutra dan untuk mewujudkan Dai Gohonzon. Jadi sebetulnya, 28 Bab Saddharmapundarikasutra hanya ingin menjelaskan satu hal, yaitu tugas pokok dari Buddha Niciren untuk mewujudkan Dai Gohonzon, yang secara lebih spesifik dikatakan sebagai Ketiga Hukum Rahasia Agung; Honmono Honzon, Honmono Daimoku dan Honmono Kaidan.
Tanpa diwujudkannya Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, 28 Bab Saddharma Pundarika Sutra tidak mungkin bisa dipraktikkan ataupun didayagunakan, karena kunci pokoknya ada pada tiga hukum rahasia agung. Maka dari itu, Saddharmapundarikasutra adalah ajaran yang diperuntukkan pada masa akhir dharma ini, agar seluruh umat manusia bisa mencapai kesadaran Buddha. Namun sebaliknya, kalau ajaran ini yang merupakan ajaran pokok pada masa akhir dharma dipakai pada zaman Buddha Sakyamuni, tidak akan ada gunanya.
Dengan demikian, yang harus diupayakan oleh kita pada kehidupan kali ini adalah bagaimana kita bisa menyadari kedua aspek. Pertama, Hosyakku Kempon; menanggalkan pendirian sementara. Pada peristiwa Tatsunokuchi, eksekusi Niciren dibatalkan karena kegaiban meteor besar yang melintasi daerah Kamakura, sehingga algojo pun tidak jadi memenggal kepala Niciren. Kejadian ini harus dikaitkan dengan kegaiban antara mikrokosmos (alam semesta kecil) dan makrokosmos (alam semesta besar). Niciren Daisyonin memiliki getaran Buddha karena beliau selalu mendasari perasaan jiwanya pada dunia Buddha dan pikirannya pun selalu maitri karuna, maka getaran perasaan ini bisa menggetarkan perasaan alam semesta, sehingga pemenggalan kepala Niciren pun dibatalkan.
Dengan peristiwa ini, Niciren Daisyonin menetapkan bahwa dirinya dengan pendirian sementara yang ada di masa lalu sudah tiada. Buddha Niciren setelah peristiwa tersebut adalah Niciren yang sesungguhnya, yang sudah menetapkan kehadiran hidupnya di dunia ini untuk melaksanakan tugas pokoknya, yakni untuk mewujudkan Gohonzon.
Sama seperti Buddha Niciren, kita sebagai Bodhisattva yang muncul dari bumi, setelah kita bertemu dengan Gohonzon, kita mempunyai tugas pokok untuk menyebarluaskan Hukum Saddharmapundarikasutra. Konsep ajaran Buddha Niciren Syosyu menjelaskan tentang prinsip Bonno Soku Bodai. Sebetulnya rintangan itu diperlukan supaya kita semakin sadar, karena tujuan kita yang paling bahagia dan pokok itu adalah kesadaran.
Belakangan ini di masyarakat berkembang penyebaran informasi bermuatan kebencian atau kebohongan (hoax). Kita harus selektif dan menyaring informasi tersebut sebelum menyebarkannya. Menyikapi krisis kemanusiaan di Myanmar yang menimpa etnis Rohingya misalnya, kita harus tetap menjaga perasaan jiwa kita pada getaran perasaan Buddha supaya getaran-getaran provokasi tidak mengotori atmosfer Indonesia. Tokoh lintas agama, terutama dari Muslim dan Buddha di Indonesia, sudah memberikan pernyataan bahwa Masalah Rohingya bukan masalah agama dan agama tidak boleh dilibatkan.
Buddhis atau tidak buddhisnya seseorang sesungguhnya diukur dari perilakunya, bukan dari jubahnya atau statusnya di KTP. Orang yang mengaku beragama sudah sepantasnya berperilaku lebih baik daripada orang tanpa agama. Jangan sampai citra agama yang berisi nilai-nilai moral kebaikan menjadi jelek dan tidak dipercaya karena ulah oknum yang berlaku tidak sesuai akidah kebaikan namun menyatakan perilakunya atas nama agama.
Hukum karma berlaku untuk kita, siapa yang menanam dia yang menuai. Orang yang beragama harus berjuang agar agama betul-betul menjadi sebuah kekuatan yang unggul dan luhur, terutama oleh diri kita masing-masing. Adapun keunggulan agama kita terkandung dalam dua prinsip yang ada pada gosyo ini yaitu, Bono Soku Bodai dan Syoji Soku Nehan. Jadi menurut agama kita, proses hidup-mati itu sendiri adalah kebahagiaan. Syo itu artinya hidup, Ji itu artinya mati. Dikatakan sebagai hawa nafsu dan hidup mati adalah nirwana. Nirwana adalah suatu kondisi atau tempat yang membahagiakan.
Sebelum masuk ke Saddharmapundarikasutra, Buddha Sakyamuni membabarkan ajaran secara bertahap. Pada ajaran terdahulu, dikatakan bahwa manusia mengalami penderitaan karena hawa nafsu, karena hawa nafsu adalah sumber penderitaan. Maka dari itu sekuat tenaga membuang hawa nafsu. Padahal hawa nafsu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jiwa manusia. Pada akhirnya, mereka memahami bahwa hidup yang sedang dijalani adalah proses penderitaan, dan kebahagiaan berada di dunia lain sesudah kematian yang disebut nirwana. Pemahaman bahwa hawa nafsu adalah sumber penderitaan adalah pemahaman ajaran Buddha yang belum utuh. Dalam periode ini juga diajarkan bahwa api prajna kesadaran baru didapatkan dengan cara memadamkan hawa nafsu dan samudera luas nirwana baru dapat dimasuki setelah terhindar dari lautan hidup dan mati.
Ajaran Buddha memasuki Saddharmapundarika-sutra menjelaskan prinsip utuh perihal hawa nafsu yaitu Bono Soku Bodai dan Syoji Soku Nehan. Jadi kebahagiaan itu tidak berada di dunia lain, melainkan di dunia ini juga. Penderitaan dan kebahagiaan adalah bukan dua, hawa nafsu adalah kesadaran. Hawa nafsu (atau kesesatan jiwa) yang terkandung dalam jiwa manusia sembilan dunia perasaan jiwa yang menimbulkan penderitaan, melalui jodoh Saddharma dapat diubah menjadi kesadaran.
Kualitas perasaan jiwanya yang sembilan dunia ini akan menjadi sumber penderitaan. Hawa nafsu yang bersumber dari sembilan dunia yakni neraka, kelaparan, binatang, kemarahan, manusia, surga, sravaka, Pratekya Buddha, Bodhisatva tetap cenderung menjadi penderitaan. Maka dari itu kita harus rubah sembilan dunia menjadi dunia Buddha dengan Nammyohorongekyo. Maka dari itu kita perlu Sandaihiho, Honmon no Honzon, Honmon no Daimoku, dan Honmon no Kaidan itu sebagai landasan kita. Kita jalankan pertapaan dasar itu dengan sungguh-sungguh kita Kanjin bisa memunculkan kita punya dunia Buddha. Sehingga dunia Buddha akan menutupi semua sembilan dunia.
Niciren Daisyonin hadir di dunia hanya satu tugasnya, yaitu Namu kepada Saddharmapundarikasutra (mewujudkan Nammyohorengekyo). Sebelum Niciren Daisyonin lahir, Saddharmapundarikasutra sudah ada, Sakyamuni yang menceramahkan, tetapi Niciren Daisyonin menambahkan Namu. Hal ini mengacu pada pesan Buddha Sakyamuni,
"Hai putra-putraku yang baik kalau aku nanti sudah tiada peganglah hukumnya jangan pegang orangnya (Eho Fu Enin)"Jadi bagi orang Niciren Syosyu Namu-nya kepada hukumnya (Myohorengekyo, Saddharmapundarika-sutra), bukan kepada manusianya (Niciren Daisyonin).
Selanjutkan dijelaskan mengenai teori dasar kemanunggalan anatara suasana dengan prajna. Dengan adanya unsur pelaksanaan (yang berarti adanya jodoh suasana sejati Saddharma) membuat Saddharma yang telah ada di dalam diri sendiri menjadi Kyoci Myogo (manunggal); di dalam diri kita ada dunia Buddha, di dalam Gohonzon ada dunia Buddha. Ketika kita berhadapan dengan Gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo, terjadilah Kyoci Myogo. Dunia Buddha dalam diri kita dan dunia Buddha dari Gohonzon akan terhubung sehingga membuka dan menggerakkan badan pokok diri sendiri menjadi badan pokok Saddharma.
Bagi kita usahanya harus menjadikan diri kita punya badan pokok atau dasar jiwa jangan smbilan dunia tetapi dunia Buddha. Oleh karena itu pertapaannya adalah Syin Gyo Gaku, Gongyo Daimoku, dan Kensyu. Kita dengan Nammyohorengekyo akan menjadi orang yang istimewa. Kita harus menanggalkan pendirian sementara (Hosyaku Kempon) sesuai dengan ajaran Buddha Niciren Daiyonin. Setelah kita meninggalkan pendirian sementara sebenarnya kita telah menjadi Bodhisatva yang muncul dari bumi yang tugas pokoknya adalah menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Oleh karena itu kita harus memaksimalkan diri kita dan menjadi orang hebat yang istimewa sehingga memiliki kekuatan untuk menyebarluaskan hukum Nammyohorengekyo. Jangan meminta agama dihormati sama orang lain, tetapi jika kita menjadi orang hebat, maka orang-orang akan dengan sendirinya menghormati agama itu karena orang-orang itu menjadi orang-orang yang istimewa. Kita percaya dengan Buddha Niciren bahwa Saddharmapundarika sutra lah yang harus tersebar luas pada Masa Akhir Dharma kalau mau membawa kemaslahatan, sutra ini harus tersebar luas. Kita harus menjadi orang yang memiliki kemampuan dan kualitas yang bagus maka akan memberikan pengaruh positif terhadap penyebarluasan Nammyohorengekyo. Kyoso dan Kanjin, Bonno Soku Bodai, dan Syoji Soku Nehan adalah semua orang Niciren Syosyu harus menjadi pria dan perempuan paling unggul diseluruh dunia itu namannya betul-betul mengerjakan pekerjaan Buddha. Tersebarluasnya Nammyohorengekyo itu karena kita menjadi orang-orang istimewa dan bisa membuktikan menjadi orang-orangnya istimewa karena hukumnya agung dan manusianya luhur sehingga Nammyohorengekyo akan tersebarluas. Terakhir, yang harus kita bisa pahami adalah hukum ini tidak akan bisa tersebar sendiri, apabila kita ingin hidup bahagia maka jalani yang paling pokok, prinsip Hosyaku Kempon dan tanggalkan pendirian yang sementara dan wujudkan pendirian kita sebagai Bodhisatva yang muncul dari bumi. ***