Niciren Syosyu
Dalam agama Buddha dikenal adanya beberapa aliran atau mazhab ajaran, yakni Hinayana (Theravada) dan Mahayana. Dalam bahasa Sansekerta, Mahayana secara harfiah berarti "kendaraan besar (menuju penerangan)", yang berarti kendaraan yang dapat menyelamatkan lebih banyak mahluk.
Niciren Syosyu merupakan aliran agama Buddha Mahayana yang lahir di Jepang dengan beracu pada Saddharma Pundarika Sutra. "Syosyu" berarti ortodoks atau ketat menjaga kemurnian. Jadi Niciren Syosyu berarti sekte Niciren yang ortodoks, yang selalu dengan ketat menjaga dan mempertahankan kemurnian ajaran.
TRI RATNA
Setiap sekte agama Buddha mengagungkan Triratna, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Bagi agama Buddha Niciren Syosyu keberadaan Triratna juga merupakan hal yang hakiki.
"Dalam 500 tahun setelah kemoksyaan-Ku, para Bhikhu dan lain-lain masih berada dalam hukum-Ku, kesadaran sangat kuat dan berpengaruh, 500 tahun kemudian, hukum sakti-Ku menetap pada sikap meditasi dan samadi. 500 tahun kemudian menetap pada sikap membaca, menghafal, dan banyak mendengar menjadi sangat kuat dan berpengaruh. 500 tahun lagi, dalam hukum-Ku sendiri, membangun banyak stupa dan kuil, dan hal ini menjadi kuat dan berpengaruh. 500 tahun sesudah itu, dalam hukum-Ku terjadi banyak perselisihan, perkelahian, hasutan, sehingga akhirnya hukum putih musnah dan tenggelam".
Dharma dalam ajaran Buddha Niciren Syosyu adalah Nammyohorengekyo, yang berarti Namu (manunggal atau percaya sepenuh jiwa raga) kepada Saddharma Pundarika Sutra. Nammyohorengekyo bukanlah sebutan atau salam biasa, namun merupakan mantra gaib yang sakral.
Buddha Niciren, sebagai Buddha masa Akhir Dharma menyatakan bahwa sikap percaya sepenuh jiwa raga dan manunggal kepada Saddharma Pundarika Sutra merupakan satu-satunya sikap kepercayaan yang dapat membawa manusia menuju kesadaran Buddha. Oleh karena itu, Beliau menyatakan bahwa Hukum Buddha yang harus dilaksanakan oleh manusia di Masa Akhir Dharma adalah Hukum Nammyohorengekyo, yang berarti Namu kepada Myohorengekyo.
Namu berasal dari bahasa Sansekerta "Namas" yang berarti manunggal atau percaya sepenuh jiwa raga. Myohorengekyo adalah terjemahan dari Saddharma Pundarika Sutra; Myoho berarti Saddharma, Renge berarti Pundarika, dan Kyo berarti sutra.
Bagaimanapun, dengan menyebut judul dari Myohorengekyo (Saddharma Pundarika Sutra) berarti telah tercakup di dalamnya keseluruhan isi dari Saddharma Pundarika Sutra, satu-satunya sutra yang memungkinkan pencapaian kesadaran bagi seluruh Buddha dan seluruh umat manusia. Di dalam Mantra Nammyohorengekyo sendiri telah tercakup aspek keyakinan terhadap keseluruhan isi dari Saddharma Pundarika Sutra. Dengan penyebutan Mantra Nammyohorengekyo, berarti Saddharma Pundarika Sutra bukan lagi suatu ajaran yang berada di luar diri sendiri. Dengan penyebutan Mantra tersebut, keseluruhan keunggulan dari Saddharma Pundarika Sutra yang banyak dijelaskan oleh Buddha Sakyamuni, bukan lagi sesuatu yang bersifat teoritis dan berada jauh di awang-awang.
Penyebutan Mantra yang berarti manunggal (Namu) kepada Myohorengekyo (Saddharma Pundarika Sutra) mengandung makna keimanan dari seluruh murid Niciren Daisyonin untuk bertekad melaksanakan pertapaan Saddharma Pundarika Sutra secara jiwa dan raga. Penyebutan Mantra Nammyohorengekyo ini disebut sebagai Daimoku dari Saddharma Pundarika Sutra, salah satu dari Sandaihiho sekte Niciren Syosyu.
Para Buddha ketiga masa dan sepuluh penjuru mencapai kesadaran Buddha melalui penyadaran terhadap hukum Saddharma Pundarika Sutra. Karena itu, Buddha tidaklah dapat terlepas dari hukum yang disadari-Nya. Bagaimanapun, setelah menyadarinya, maka Hukum itu pada hakekatnya telah ada dalam diri para Buddha tersebut.
Hukum Saddharma Pundarika Sutra telah diwujudkan oleh Buddha Niciren sebagai Nammyohorengekyo. Karena itu antara Buddha Niciren dan Nammyohorengekyo adalah merupakan kemanunggalan antara Manusia dan Hukum yang tidak dapat terpisahkan (Ninpo Ikka).
SANDAIHIHO
"Pada hakekatnya, segala Hukum yang dimiliki Sang Tathagata (Sandaihiho), segala kekuatan gaib yang sempurna dan agung dari Sang Tathagata (Altar Sila Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra), segala harta kekayaan yang azasi serta pelik dari sang Tathagata (Mandala Pusaka Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra - Gohonzon), dan keadaan yang begitu dalam dari Sang Tathagata (Mantra Agung Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra - Nammyohorengekyo). Semuanya dinyatakan, dipertunjukkan, diungkapkan, serta dijelaskan di dalam sutra ini."
Honmon no Honzon (Mandala Pusaka pemujaan Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra), yakni Gohonzon.
Tujuan kehadiran Buddha Niciren ke dunia ini adalah untuk mewujudkan Dai Gohonzon yang diberikan kepada seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma agar mereka semua dapat mencapai kesadaran Buddha. Gohonzon merupakan perwujudan dari Dharma agung yang terpendam pada kalimat tersirat Saddharma Pundarika Sutra, yaitu Nammyohorengekyo. Pada wajah Gohonzon tertera tulisan Nammyohorengekyo - Niciren di tengah-tengah dan di kanan kirinya tergambar perasaan-perasaan jiwa yang ada dalam diri manusia, dari yang paling rendah (Dunia Neraka) hingga yang paling tinggi (Dunia Buddha). Namun pada hakekatnya semua itu adalah Nammyohorengekyo. Gohonzon merupakan suatu mandala yang diwujudkan oleh Sang Buddha pokok Niciren Daisyonin demi kebahagiaan umat manusia.
Gambaran jiwa manusia seutuhnya tergambar dalam wajah Mandala Pusaka Pemujaan (Gohonzon), yaitu :
- Dunia Buddha diwakili oleh Nammyohorengekyo - Niciren, yang diapit oleh Buddha Sakyamuni dan Tathagata Prabhutaratna.
- Dunia Kebodhisattvaan diwakili oleh Bodhisattva Visistakaritra, Anantakaritra, Visudhakaritra, dan Supratishtitakaritra.
- Dunia Pratyekabuddha diwakili oleh Bodhisattva Manjusri, Bodhisattva Baisyajaraja, Bodhisattva Samantabadra, dan Boddhisattva Maitreya.
- Dunia Sravaka diwakili oleh Sariputra dan Mahakasyapa.
- Dunia Surga diwakili oleh Dewa Mahabrahma, Sakra Devanam Indra, Dewa Matahari, Dewa Bulan, Dewa Bintang, dan Raja Iblis Surga Keenam.
- Dunia Kemanusiaan diwakili oleh Raja Cakravarti dan Raja Ajatasatru.
- Dunia Asura (Kemurkaan) diwakili oleh Raja Asura.
- Dunia Kebinatangan diwakili oleh Raja Naga dan Putri Naga.
- Dunia Kelaparan diwakili oleh Hariti dan Dasaraksasi.
- Dunia Neraka diwakili oleh Devadatta.
Honmon No Daimoku (Mantra Agung Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra), yakni Nammyohorengekyo.
Daimoku secara sederhana berarti menyebut mantra Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon. Pada saat menyebut Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon harus didasari dengan tekad untuk membangkitkan potensi membangun yang ada dalam diri manusia. Myohorengekyo secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hukum tetap yang tidak berubah-ubah dan mencakup seluruh kejadian-kejadian yang berlangsung di alam ini. Nammyohorengekyo adalah intisari seluruh keberadaan alam semesta. Myohorengekyo adalah potensi seluruh mahluk termasuk di dalamnya manusia.
Apabila manusia biasa dengan sungguh hati menyebut Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon maka jiwanya akan terkena pancaran jiwa Buddha pokok atau Nammyohorengekyo - Niciren. Pancaran jiwa Buddha Pokok ini akan membangkitkan sifat empat pemimpin Bodhisattva dalam diri manusia yang dikatakan sebagai berani (kuat), bebas, suci, dan tenang. Manusia yang berhasil memunculkan empat sifat inilah yang mampu mewujudkan secara nyata potensi membangun yang ada dalam dirinya.
Honmon No Kaidan (Altar Sila Ajaran Pokok Saddharma Pundarika Sutra), yakni tempat disemayamkannya Dai Gohonzon.
ICINEN SANZEN
KONSEP KETUHANAN
All morally positive or negative actions are subject to it, so that each good action reaps its own reward, and each evil meets its punishment.
The Cosmic Law in Buddhism is often similar to the personal God of theist religions, for it conditions the origin, existence, and end of the world, rewards good deeds and punishes evil ones.
"Wahai Sariputra, tahukah engkau sebabnya mengapa Aku katakan bahwa para Buddha yang agung itu, hanya muncul di dunia ini hanya karena satu alasan yang penting saja? Hal itu karena para Buddha yang agung ini berkehendak untuk membuat semua mahluk hidup agar membuka matanya terhadap pengetahuan Sang Buddha sehingga mereka dapat mencapai jalan yang suci; oleh karena itulah Mereka muncul di dunia. Karena mereka ingin untuk menunjukkan para mahluk hidup akan pengetahuan Sang Buddha, maka Mereka muncul di dunia; karena mereka ingin membuat para mahluk hidup untuk memasuki jalan kebijaksanaan Sang Buddha, maka mereka muncul di dunia. Wahai Sariputra, inilah sebabnya mengapa para Buddha itu muncul di dunia ini hanya karena sebab-sebab yang sangat besar saja"