PERLENGKAPAN ALTAR
Warna Altar
Altar tempat persemayaman Gohonzon (butsudan) berwarna tanah, seperti coklat atau coklat kemerahan. Warna altar ini menandakan warna alamiah yang mendekati warna tanah.
Lilin (Api)
Persembahan api kepada Buddha telah dikenal semenjak Buddha Sakyamuni hidup. Api berfungsi untuk menerangi dalam kegelapan, sehingga menjadi perlambang bahwa Hukum Buddha akan menerangi kegelapan dalam jiwa manusia. Sekte Niciren Syosyu memakai Iilin yang berwarna putih karena putih melambangkan jiwa yang bersih.
Dupa (Hio)
Dupa berfungsi untuk menciptakan suasana suci melalui keharumannya. Selain itu, di dalam sutra, kita ketahui adanya persembahan wewangian kepada Sang Buddha. Selain itu persembahan dupa juga untuk memperlihatkan kesungguhan hati. Dupa yang kita bakar sebanyak satu hingga tiga batang diletakkan secara mendatar. Dengan cara ini, kemungkinan altar menjadi kotor atau rusak karena jatuhan abu dari dupa dapat dihindari.
Tumbuhan Berdaun Hijau
Daun-daun yang hijau melambangkan kebajikan yang suci dan kekal. Sekte Niciren Syosyu tidak mengenal persembahan bunga-bungaan karena sifatnya yang tidak kekal, warnanya yang cepat memudar dan juga mudah gugur. Daun-daunan yang dapat digunakan adalah tumbuhan yang awet dan dapat hidup dalam ruang, misalnya pohon Sri rejeki.
Bell
Penggunaan bel pada saat berdoa ditujukan untuk memperdengarkan bunyi-bunyian pada saat membaca sutra, Pengertian ini diambil dari keterangan berbagai sutra mengenai persembahan melalui bunyi-bunyian yang merdu kepada Buddha. Oleh karena itu hendaknya bel dipukul sedemikian rupa hingga mengeluarkan suara yang enak didengar. Jumlah pukulan bel dalam upacara yaitu sebanyak 7 kali, 5 kali, dan 3 kali.
Nasi & Air
Air dan nasi melambangkan Icinen Sanzen (3.000 gejolak jiwa dalam sekejap perasaan jiwa). Air melambangkan sekejap perasaan jiwa (icinen), sedangkan nasi melambangkan 3000 gejolak perasaan jiwa (sanzen). Persembahan air dan nasi ini dilakukan setiap pagi sebelum gongyo pagi. Persembahan air dan nasi diletakkan secara sejajar. Setelah gongyo pagi, nasi diangkat, sedangkan air tetap di altar. Hal ini berarti ketika menghadapi perjuangan hidup dalam berbagai suasana (sanzen) apapun, icinen kita tetap berada pada dunia Buddha. Pada waktu gongyo sore, air diangkat.
Burung Tsuru
Burung Tsuru adalah lambang Buddha Niciren Daisyonin dan sudah menjadi lambang dari Niciren Syosyu. Ujung dari sayap burung ini berbulu tiga. (Dharmakaya, Shambhogakaya, Nirmanakaya) Simbol burung ini biasanlya diletakkan sepasang. Yang sebelah kiri paruhnya terbuka melambangkan laki-laki, melambangkan ucapan “Nam”. Yang sebelah kanan paruhnya tertutup melambangkan wanita, melambangkan ucapan “Myohorengekyo”. Keduanya melambangkan keharmonisan (seperti halnya unsur-unsur di alam semesta ini selalu berpasangan untuk menjaga keharmonisan).
Juze (Tasbih)
Tasbih Niciren Syosyu berjumlah 112 butir yang teruntai menjadi satu Iingkaran besar. Ke-112 butir ini melambangkan 108 nafsu keinginan duniawi dan 4 pemimpin Bodhisattva yang muncul dari bumi. Keempat pemimpin Bodhisattva yang muncul dari bumi tersebut melambangkan empat kebajikan jìwa Buddha (kuat, suci, bebas, tenang). Dengan munculnya jiwa Buddha ini, seluruh hawa nafsu dan penderitaan masa Iampau yang tidak berawal dapat menjadi kegembiraan dan kesadaran (bono soku bodai). Ketika menggunakan tasbih atau juze, ujung yang berumbai tiga ditempatkan pada jari tengah kanan, dan ujung berumbai dua ditempatkan pada jari tengah kiri. Untaian tasbih bersilangan di tengah. Hendaknya tidak menggesek tasbih secara berlebihan pada waktu melaksanakan gongyo-daimoku, untuk menghindari tasbih terputus.
Persembahan Lainya
Persembahan Iain seperti buah-buahan, sayur-mayur, makanan dan kue-kue yang diletakkan di altar merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Gohonzon. Tidak ada keharusan dalam persembahan ini. Yang perlu diingat, hendaknya tidak meletakkan persembahan makanan yang aromanya menyengat sehingga dapat mengundang serangga atau semut.
TATA LAKSANA GONGYO
Pada sore/malam hari, doa pertama dan ke-empat tidak dilaksanakan.
DOA PERTAMA
(selama doa pertama, bel tidak dibunyikan)
Pertama-tama menghadap kepada Gohonzon dan sebut tiga kali Daimoku, kemudian menghadap ke arah Timur dan sebut tiga kali Daimoku. Bacalah Myohorengekyo Hoben-pon Dai-ni (Bab Upaya Kausalnya, halaman 1-5) dan Judul Myohorengekyo Nyorai Ju-ryo-hon Dai Ju-roku (halaman 6) langsung lompat ke Halaman 27 Jigage (bagian - syair) dan baca "Jiga toku burai ..." hingga selesai halaman 38. Selanjutnya sebut tiga kali Daimoku panjang (Naaa-muu-myooo-hooo-rennn-geee-kyooo) lalu sebut tiga kali Daimoku, panjatkan doa pertama dalam hati, dan tutup dengan menyebut tiga kali Daimoku.
DOA KE-DUA
Kembali menghadap kepada Gohonzon bunyikan bel 7 kali dan baca Bab Upaya Kausalnya (halaman 1-5). Kemudian bunyikan bel 3 kali dan bacalah keseluruhan Bab panjang Usia Tathagata, lalu sebut tiga kali Daimoku panjang dan bunyikan bel 5 kali. Selanjutnya sebut tiga kali Daimoku, panjatkan doa kedua dalam hati, dan tutup dengan menyebut tiga kali Daimoku.
DOA KE-TIGA
Bunyikan bel 7 kali dan bacalah Bab Upaya Kausalnya (halaman 1-5) Kemudian bunyikan bel 3 kali dan bacalah sama dengan Doa Pertama diatas lalu sebut tiga kali Daimoku panjang dan bunyikan bel 5 kali. Selanjutnya sebut tiga kali Daimoku, panjatkan doa ketiga dalam hati, dan tutup dengan menyebut tiga kali Daimoku.
DOA KE-EMPAT
Bunyikan bel 7 kali dan bacalah Bab Upaya Kausalnya. Kemudian bunyikan bel 3 kali dan bacalah sama dengan Doa Pertama dan ke-tiga diatas lalu sebut tiga kali Daimoku panjang dan bunyikan bel 5 kali. Selajutnya sebut tiga kali Daimoku, panjatkan doa keempat dalam hati, dan tutup dengan menyebut tiga kali Daimoku.
DOA KE-LIMA
Bunyikan bel 7 kali dan bacalah Bab Upaya Kusalnya, Kemudian bunyikan bel 3 kali dan bacalah sama dengan Doa ke-empat (ke-4) diatas. Lalu mulailah penyebutan Daimoku sepuas hati yang diawali dengan membunyikan bel 7 kali dan penyebutan Daimoku tersebut diakhiri dengan membunyikan bel 5 kali. Selanjutnya sebut tiga kali Daimoku, dan panjatkan doa ke-lima dalam hati sambil membunyikan bel secara berkelangsungan, lalu sebut tiga kali Daimoku. Kemudian pajatkan doa penutup, lalu bunyikan bel 3 kali dan Gongyo diakhiri dengan penyebutkan tiga kali Daimoku.