Surat Balasan Kepada Syijo Kingo

Perihal Ulambana

Surat ini memberikan bimbingan tentang asal usul Ullambana, dan perihal persembahan bagi iblis kelaparan. Syijo Kingo pada saat menjelang hari wafat ibundanya pada tanggal 12 bulan ke-7, telah mengirimkan berbagai barang persembahan kepada Niciren Daisyonin untuk dipersembahkan kepada arwah ibundanya. Sehubungan dengan itu, Niciren Daisyonin melalui surat ini menjelaskan asal usul Ullambana dan menerangkan perihal persembahan bagi iblis kelaparan serta mengajarkan bahwa justru penyebutan Mantera Nammyohorengekyo merupakan persembahan yang sesungguhnya bagi para awah.

Dan para rohaniwan yang menyesatkan dikatakan sebagai Iblis Kelaparan yang menggerogoti Hukum, karena telah mengambil kesempatan penyebarluasan dan telah menyalahgunakan Hukum agama Buddha, demi keuntungan dan nama baik pribadi sendiri atau nafsu hati yang tamak dan serakah untuk menerima sumbangan bagi dirinya. Dan juga di antara penganut biasa dan bhikku pun jarang sekali yang sembahyang serta berdoa demi arwah orang tua dan guru mereka pada hari wafatnya.

Bagian ini menjelaskan bahwa ibunda Syijo Kingo telah menjalankan hati kepercayaan Hukum Sakti yang luhur sebagai murid dari Niciren Daisyonin, sehingga sudah pasti tidak akan jatuh ke dalam  Dunia Kelaparan. Apalagi karena anaknya, Syijo Kingo telah sedemikian giat menyebarluaskan Hukum Saddharmapundarika-sutra, sehingga ketika berada di Tanah Buddha pasti sangat diperhatikan oleh para Buddha dan akhirnya memberikan petunjuk untuk lebih memperdalam serta memperkuat hati kepercayaan.

Barang-barang berupa 10 liter beras putih yang seputih salju; satu botol minyak seperti arak tua; satu renceng uang logam yang dikirimkan melalui utusan Anda sebagai sumbangan penuh kesungguhan hati bagi arwah leluhur, telah kami terima dengan baik. Teristimewa isi dan maksud dari surat Anda sangat menyentuh hati Saya.

Sesungguhnya yang dikatakan Ullambana ini timbul karena Maudgalyayana yang ingin menyelamatkan almarhum ibundanya yang bernama Syodaijo, yang karena karma keserakahannya, selama 500 kehidupan telah jatuh ke dalam Dunia Kelaparan. Namun demikian, pada waktu itu, Maudgalyayana tidak dapat memberikan Kesadaran Buddha kepada ibundanya. Hal ini dikarenakan Maudgalyayana bukan sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra. sehingga tidak dapat memberikan pencapaian Kesadaran Buddha kepada ibundanya. Setelah  pesamuan pengkhotbahan 8 tahun Saddharmapundarika-sutra di Gridhrakuta, Maudgalyayana telah menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra dengan menyebut  Nammyohorengekyo, dan berhasil mencapai Kesadaran Buddha Tamalapattra Candanaghanda. Dan pada saat itu, serentak ibundanya pun telah dapat mencapai Kesadaran Buddha.

Dan juga, dalam surat Anda dikatakan telah memberikan sumbangan kepada arwah yang berada dalam Dunia Kelaparan, sedangkan di dalam Bab penganugerahan Kesadaran Buddha Saddharmapundarika-sutra jilid ke-3 dikatakan, “Sama seperti orang yang datang dari negeri kelaparan dan dipersembahkan santapan sang raja“. Kalimat ini menjelaskan bahwa keempat Sravaka Agung yang berbakat menengah sekalipun tidak pernah mendengar nama dari hidangan lezat Sarpimanda, namun setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra telah dipuaskan dengan hidangan Sarpimanda (Dargo) yang lezat, sehingga rasa kelaparan selama ini telah dapat segera teratasi. Karenanya ketika memberi persembahan kepada arwah yang berada dalam Dunia Kelaparan, harus mendoakan dengan membaca kalimat ini dan menyebut Nammyohorengekyo.

Pokoknya, Dunia Kelaparan ini terbagi dalam 36 jenis. Di antaranya yang disebut Iblis Kelaparan Kojin adalah Iblis Kelaparan yang tidak memiliki mata dan mulut. Kalau hal ini ditelusuri lebih lanjut, bagaimanakah sesungguhnya sebab karma masa lampau, sehingga memperoleh akibat imbalan demikian? Itu adalah karena pada masa lampau telah berbuat berbagai kejahatan seperti perampokan, penggarongan di dunia ini. Yang dikatakan Iblis Kelaparan memakan muntahan orang adalah memakan makanan yang  dimuntahkan orang. Dalam hal ini, sebab karma masa lampaunya pun sama dengan hal yang terdahulu. Yakni karena telah merampas makanan orang lain.

Yang dikatakan Iblis Kelaparan meminum air adalah Iblis Kelaparan yang meminum air yang dipersembahkan demi berbudi bakti kepada ayah bunda. Yang dikatakan Iblis Kelaparan berharta adalah Iblis Kelaparan yang meminum air telapak kaki kuda. Ini adalah karena pada kehidupan sekarang ini terlalu menyayangi harta kekayaan dan menyimpan makanan dengan sembunyi-sembunyi. Yang dikatakan Iblis Kelaparan tidak berharta adalah iblis Kelaparan yang sejak lahir hingga sekarang, sama sekali tidak pernah mendengar nama dari makanan.

Yang dikatakan Iblis memakan Hukum adalah di antara  para rohaniwan yang menyebarluaskan Hukum agama Buddha mengira bahwa kalau mereka menjelaskan Hukum agama Buddha, maka akan dihormati orang, dan melewati hidupnya dengan memiliki hati sombong yang merasakan bahwa dirinya lebih unggul daripada orang lain, serta tidak memiliki hati untuk membantu umat manusia maupun menyelamatkan orang tua.

Kalau melihat  para rohaniwan sekarang ini, terdapat yang hanya menerima sumbangan bagi dirinya sendiri dengan menyembunyikan dari orang lain. Orang seperti ini dalam Parinirvana Sutra dikatakan sebagai rohaniwan yang berjiwa binatang, dan orang ini pada masa mendatang akan menjadi iblis berkepala kerbau. Begitupun terdapat orang yang walau menerima sumbangan dengan diketahui orang lain, namun hatinya menetap pada keserakahan dan tidak mau menyumbang untuk orang lain. Orang ini pada masa mendatang akan menjadi iblis berkepala kuda.

Dan juga di antara para penganut biasa terdapat orang yang tidak mendoakan demi arwah orang tuanya yang menderita karena jatuh ke dalam ketiga dunia buruk dari Dunia Neraka, Dunia Kelaparan dan Dunia Kebinatangan, sebaliknya telah melampiaskan nafsu keinginannya dengan kegembiraan sekehendak hati dalam hal sandang, pangan, dan harta kekayaan yang berlimpah-limpah. Kiranya betapa iri dan benci ayah bundanya.

Di antara para rohaniwan pun jarang sekali yang bersembahyang demi arwah pada hari kematian orang tua dan sang guru mereka. Kiranya sudah barang  tentu Dewa Matahari, Dewa Bulan, dan Dewa Bumi akan marah dan menuntut orang yang tidak berbudi bakti tersebut. Orang yang sedemikian tidak berbudi bakti ini walau bentuknya adalah manusia, namun sesungguhnya adalah binatang. Dan harus dikatakan sebagai rusa berkepala manusia.

Karena sejak Niciren menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra telah berhasil menghapuskan dosa karma ini, dan pada masa akan datang dapat melangkah menuju Tanah Suci Buddha, walau dihadapkan dengan penderitaan besar bagai disiram hujan dan ditutup awan, namun karena ini adalah demi Saddharmapundarika-sutra, sehingga penderitaanpun tidak dirasakan sebagai penderitaan. Orang-orang yang telah menjadi murid dan penganut dari Niciren yang sedemikian rupa, teristimewa arwah Saddharma ibunda Syijo Kingo yang hari wafatnya jatuh pada tanggal 12 bulan ini adalah pelaksana Saddharmapundarika-sutra, penganut dari Niciren. Apakah mungkin akan terjatuh ke dalam Dunia Kelaparan? Sudah pasti berada di hadapan Sang Buddha Sakyamuni, Prabhutaratna Tathagata dan para Buddha dari sepuluh penjuru. Kiranya para Buddha kesemuanya akan memuji dengan kegembiraan hati, serta menundukkan kepala dengan hati maitri karuna dan berkata, “Inilah ibunda dari Syijo Kingo”. Begitupun arwah Saddharma ibunda Anda kiranya akan berkata kepada Sang Buddha Sakyamuni. ‘Beruntung sekali saya memiliki anak yang sedemikian menakjubkan”.

Dalam bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Seandainya para putra dan putri yang baik, yang mendengar Bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra serentak menimbulkan hati yang bersih penuh rasa hormat dan percaya, serta tidak menimbulkan hati yang ragu-ragu, maka mereka  tidak akan jatuh ke dalam ketiga dunia buruk dari Dunia Neraka, Dunia Kelaparan, dan Dunia Kebinatangan; dan seyogyanya akan dilahirkan di hadapan para Buddha sepuluh penjuru. Di samping itu, pada tempat kelahirannya selalu akan terdengar Saddharmapundarika-sutra ini. Seandainya kalau dilahirkan di antara manusia dan surga, maka akan menerima kegembiraan dan kebahagiaan yang tinggi. Sedangkan kalau berada di hadapan Sang Buddha maka mungkin sebagai penjelmaan dari Pundarika“. Dalam Sutra ini terdapat  kata “Para Putri yang baik”, hal mana tidak lain menunjuk arwah Saddharma ibunda Anda.

Dan juga, dalam Bab Stupa Pusaka dikatakan, “Saddharmapundarika-sutra ini sulit dipertahankan, seandainya terdapat orang yang sebentar saja mempertahankannya, Saya (Sang Buddha Sakyamuni)  akan bergembira. Begitupun sama halnya dengan para Buddha lainnya. Orang yang sedemikian rupa mempertahankan Sutra ini akan memperoleh pujian dari para Buddha’. Pujian dari Niciren adalah tidak penting, namun justru pujian dari para Buddha Sepuluh Penjuru merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan. Hendaknya hal ini dicamkan demi memperdalam kepercayaan Anda.

 

Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo.

 

Tanggal 12 bulan ke-7

Kepada Syijo Kingo

Hormat saya,
tertanda

Niciren

Karena sejak Niciren menyebarluaskan Saddharmapundarika-Sutra telah berhasil menghapuskan dosa karma ini, dan pada masa akan datang dapat melangkah menuju Tanah Suci Buddha.

Keterangan:

Bagian ini pertama-tama menjelaskan bahwa Niciren Daisyonin telah berjuang demi Saddharmapundarika-sutra tanpa mempedulikan penganiayaan besar, berupa turunnya hujan dan ditutupnya oleh awan. Kutipan kalimat “ Namun karena ini adalah demi Saddharmapundarika-sutra” berarti bahwa berjuang demi kebahagiaan seluruh umat manusia dengan mengajarkan Saddharma (Myoho). Untuk itu, karena dihadapkan dengan berbagai penderitaan besar, sehingga sama sekali tidak terdapat keinginan demi keuntungan dan nama baik diri sendiri. Hal ini sama sekali berlawanan dengan nafsu keserakahan. Sungguh merupakan gerakan yang membahagiakan orang lain yang sangat mendasar.

Pada umumnya, dalam mempertahankan kehidupan sebagai seorang manusia, sedikitnya pasti memerlukan kebutuhan-kebutuhan pokok pada segi materi. Dalam usaha menghilangkan karma buruk dari keserakahan, walau dikatakan wajib memberi bantuan kepada orang lain, seandainya tidak memiliki kekuatan untuk memberi bantuan kepada orang lain sudah barang tentu sulit untuk dapat terlaksanakan. Di samping itu, memberi bantuan dalam bentuk materi, pasti terdapat suatu keterbatasan, dan kiranya tidak dapat memberi bantuan kepada seluruh umat manusia. Walau umat manusia yang berezeki sedemikian tipis dan sama sekali tidak berkekuatan untuk memberi bantuan materi kepada orang lain, namun dengan menyebarluaskan Saddharma (Myoho) dapat memberi sumbangan dan keuntungan yang tertinggi kepada umat manusia. Jadi, justru sumbangan dari Hukum agama Buddha dapat memberikan bibit kebahagiaan yang tidak ada batasnya. Walau pada masa lampau memiliki karma berat untuk jatuh ke dalam Dunia Kelaparan yang bagaimanapun, namun dengan memberikan sumbangan dari Hukum agama Buddha akan memberikan keuntungan kepada orang lain yang terbesar. Dan juga tidak hanya dapat menghapus dosa karma berat, melainkan dapat menimbun karunia rezeki yang tak terhingga.

Kutipan kalimat “Orang-orang telah menjadi murid dan penganut dari Niciren yang sedemikian rupa “berarti bahwa orang-orang yang dapat menjadi murid dan penganut dari guru yang berkarunia rezeki agung yang memberikan kebahagiaan yang terbesar kepada orang lain, bersama-sama akan menerima karunia rezeki tersebut. Di samping itu pun, ibunda Syijo Kingo tidak hanya demikian, melainkan Beliau sendiri pun adalah pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Yakni giat melaksanakan Saddharma (Myoho) dan penyebarluasan Hukum agama Buddha, yakni melaksanakan sumbangan Hukum kepada orang lain. Dengan demikian bagian ini menandaskan dengan keyakinan agung bahwa betapapun tidak mungkin jatuh ke dalam Dunia Kelaparan.

 

Seandainya para putra dan putri yang baik.

Keterangan:

Mengenai kutipan kalimat ini kiranya perlu diberikan beberapa penjelasan. Yakni mengenai mengapa dikatakan “Mendengar bab Devadatta Saddharmapundarika-sutra”. Bab Devadatta menjelaskan pencapaian Kesadaran Buddha bagi orang jahat seperti Devadatta dan pencapaian Kesadaran Buddha bagi kaum wanita yang diwakili oleh Sang Putri Naga. Yakni suatu bab yang menjelaskan karunia kebajikan agung pencapaian Kesadaran Buddha dalam keadaan seadanya berdasarkan Saddharma (Myoho). Jadi dengan mendengar Bab Devadatta ini akan menimbulkan hati yang bersih penuh kepercayaan dan hormat, dan tidak menimbulkan hati yang ragu-ragu, berarti tidak lain karena hati kepercayaan yang murni dan tulus terhadap kekuatan karunia agung dari Saddharma (Myoho). Baik pencapaian Kesadaran Buddha bagi Devadatta dari Dunia Buruk maupun pencapaian Kesadaran Buddha bagi Putri Naga dari Dunia Kebinatangan, merupakan sesuatu yang tak pernah terbayangkan dalam Sutra-sutra sebelumnya. Begitupun sesuai dengan kata-katanya merupakan ajaran yang mengejutkan hati dan telinga. Di samping itu yang dikatakan dapat dipercaya tanpa ragu-ragu dapat terjadi karena memiliki keyakinan mutlak terhadap kata-kata emas Sang Buddha, teristimewa dalam hal ini Saddharmapundarika-sutra. Justru kalau memiliki hati kepercayaan yang langsung dan kuat terhadap Saddharmapundarika-sutra, pasti dapat terhindar dari Ketiga Dunia Buruk dan memperoleh karunia kebajikan agung untuk melahirkan di hadapan Sang Buddha.

Dan juga keburukan hati dari Devadatta dan kebodohan jiwa dari Putri Naga ini, dapat dikatakan sebagai sifat dasar dari umat manusia masa Akhir Dharma yang kotor dan keruh ini. Oleh karenanya, yang dikatakan dengan mendengar Bab Devadatta akan menimbulkan hati yang bersih penuh kepercayaan dan hormat, dan tidak menimbulkan hati yang ragu-ragu, dengan lain perkataan dapat dikatakan sebagai percaya terhadap pencapaian Kesadaran Buddha dalam keadaan seadanya dari diri kita, dan Icinen dari kepercayaan ini akan menjadi Dunia Buddha diri sendiri.

 

Seandainya kalau dilahirkan di antara manusia dan surga, maka akan menerima kegembiraan dan kebahagiaan yang tertinggi. Sedangkan kalau berada di hadapan Sang Buddha, maka mungkin sebagai penjelmaan dari Pundarika”.

Keterangan:

Pada umumnya, kutipan kalimat ini dapat dibaca sebagai bahwa, “Ketika dilahirkan di antara manusia dan surga dari keenam dunia” berarti akan menikmati kehidupan kebahagiaan yang tertinggi, sedangkan “Ketika berada di hadapan Sang Buddha”, berarti akan mencapai Kesadaran Buddha.

Akan tetapi, pada khususnya kutipan kalimat ini tidak dapat  dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi “Kalau dilahirkan di antara manusia dan surga”, berarti berada di dalam masyarakat yang nyata, sedangkan “Kalau berada di hadapan Sang Buddha” berarti harus dipandang dari sudut kejiwaan, yakni “Pembuktian Segi Dalam” (Naisyo), dan suasana mendalam dari jiwa. Kutipan “Menjelma dari Pundarika” berarti pemunculan jiwa Buddha, yakni suasana tercapainya Kesadaran Buddha. Namun demikian, walau dalam hati adalah suasana jiwa Buddha, sedangkan yang diwujudkan dalam kehidupan masyarakat yang nyata, betapapun tetap terlibat dalam lingkungan keenam dunia dari manusia, surga dan lain-lain.

Kalau dikatakan setahap lebih mendalam, maka kutipan “Kalau dilahirkan di antara manusia dan surga” berarti keadaan yang hidup di dalam perputaran hidup dan mati, sedangkan kutipan “Kalau berada di hadapan Sang Buddha” berarti keadaan dalam kematian. Pokoknya, kalau percaya karunia kebajikan agung dari Saddharma (Myoho) dengan hati yang bersih tanpa menimbulkan hati yang ragu-ragu, akan dapat menerima akibat imbalan agung.”

logonsi.png

Situs resmi Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia.

A Jl. Minangkabau No. 23A - 25, 12970, Jakarta Selatan, IndonesiaEadmin@nsi.or.id
M +6221 8311 844, +6221 8314 959

Follow Us

Subscribe Us

Daftarkan email anda untuk mendapatkan update seputar gosyo, pemaparan dharma, berita atau kegiatan terkini NSI langsung ke email anda.

Copyright © 2024 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia.
All Right Reserved.

Search

+6221 8311 844Jl. Minangkabau No. 25, 12970, Jakarta Selatan, Indonesia