Ketua Umum NSI-MPU Suhadi Sendjaja, pada Hari Kamis, 16 November 2017 menghadiri Silahturahim Tokoh Lintas Agama se-Kota Administradi Jakarta Selatan dengan Tema "Silahturahmi Tokoh Lintas Agama, Memperkuat Persaudaraan Antar Umat Beragama di Kota Admunistrasi Jakarta Selatan" yang dilaksanakan di Ruang Pola kantot Walikota Jakarta Selatan Jalan Prapanca Raya Nomor 9 Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang dihadiri antara lain oleh Wakil Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Iwan Kurniawan, Kasuban Kesbangpol Jakarta Selatan M. Matsani, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta Selatan H.Abdul Mufti, serta perwakilan Kementrian Agama RI, organisasi masyarakat, dan tokoh lintas agama di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Serta narasumber dari pemuka agama yaitu KH.Usman Umar anggota FKUB Prov. DKI Jakarta, Romo Yohanes Situmeang FKUB Prov DKI Jakarta, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma NSI - MPU Suhadi Sendjaja serta dari Polres Jakarta Selatan. Silahturami dibuka dengan kata sambutan oleh Walikota Jakarta Selatan yang diwakili oleh Wakil Walikota Jakarta Selatan Bpk. Arifin M.AP. Dalam sambutanya beliau mengatakan bahwa keberagaman umat beragama di Jakarta menjadi salah satu potensi dan penopang dalam proses integrasi dan pembangunan. Hal ini, didasarkan pada ajaran agama yang mewajibkan umatnya untuk mencintai sesama dan hidup rukun.
Serta narasumber dari pemuka agama yaitu KH.Usman Umar anggota FKUB Prov. DKI Jakarta, Romo Yohanes Situmeang FKUB Prov DKI Jakarta, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma NSI - MPU Suhadi Sendjaja serta dari Polres Jakarta Selatan. Silahturami dibuka dengan kata sambutan oleh Walikota Jakarta Selatan yang diwakili oleh Wakil Walikota Jakarta Selatan Bpk. Arifin M.AP. Dalam sambutanya beliau mengatakan bahwa keberagaman umat beragama di Jakarta menjadi salah satu potensi dan penopang dalam proses integrasi dan pembangunan. Hal ini, didasarkan pada ajaran agama yang mewajibkan umatnya untuk mencintai sesama dan hidup rukun.
Untuk mewujudkan kerukunan beragama, perlu tindakan komunukasi sebagai landasan dialog agar diperoleh pemahaman secara komprehensif tentang toleransi beragama ditengah kehidupan yang semakin beragam. Inilah makna penting dari Silaturahmi Lintas Agama.
Beliau juga mengatakan perkembangan toleransi antar umat beragama di Jakarta terbilang sangat baik. Ini didasarkan pada minimnya konflik yang disebabkan hubungan antar umat beragama. "Hal tersebut menciptakan harmoni kehidupan dalam menjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia,".
Pada kesempatan ini juga Bapak Arifin mengimbau kepada para tokoh lintas agama, untuk terus membangun, melestarikan, dan mengimplementasikan semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan juga spirit berkorban kepada negara Indonesia. "Dengan spirit berkorban, berarti masyarakat memiliki kebesaran jiwa untuk menanggalkan partikulatisme, agar tercipta kehidupan yang harmonis dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,".
Acara Selanjutnya Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma NSI-MPU Suhadi Sendjaja sebagai Narasumber forum Silahturahmi ini memberikan beberapa arahan dan pencerahan, serta pandangan atau persprektif dalam agama Buddha. Mpu Suhadi Sendjaja mengemukakan dalam suasana damai, karena negara Indonesia adalah negara yang agamis artinya semua orang-orang Indonesia adalah orang yang beragama dan agama yang dilayani oleh Pemerintah Indonesia itu ada 6 yaitu Kristen, Islam, Katholik ,Buddha, Hindu dan yang terakhir Kong Hu Cu. Oleh karena itu suasana damai bisa diartikan dengan satu suasana dari rukunnya semua umat beragama, kalau semua umat beragama rukun, intern-nya rukun, antar umat beragamanya rukun, dengan pemerintah-nya Rukun, berati suasana itu akan menjadi suasana yang damai. artinya damai itu sebagai modal yang penting. Karena kemunculan suatu agama itu adalah satu kemunculan dimana situasi itu adalah tidak baik menjadi baik, dalam bahasa Sansekerta A itu “tidak” dan Gama itu “kacau”jadi Agama itu adalah suatu kemunculan ketika suasana kacau, dalam agama Buddha masa-masa ini disebut masa akhir Darma artinya itu kekuatan “Darma” itu hampir seimbang dengan kekuatan “Jahat” bahkan Buddha bilang kekuatan jahat terkadang lebih besar dari kekuatan Darma itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini kita harus lebih mewaspadai diri kita sendiri. Agama tidak ada yang jelek, agama tidak ada yang mengajarkan tidak baik. Kontruksi berpikir ini yang harus dibangun ketika kita ingin membangun sebuah suasana damai, suasana yang baik rukun, karena agama tidak pernah mengajarkan kita tidak rukun. Jadi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dari masing-masing komunitas itu untuk menjaga kemurnian dan juga kesucian agama yang diyakini. Hakekatnya pembangunan ini adalah membangun manusianya, bukan hanya membangun fisik saja seperti jembatan, MRT atau LRT saja. Jadi manusianya yang jadi titik sasaran utamanya untuk menciptakan suasana yang damai.
Pada kesempatan ini juga Bapak Arifin mengimbau kepada para tokoh lintas agama, untuk terus membangun, melestarikan, dan mengimplementasikan semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan juga spirit berkorban kepada negara Indonesia. "Dengan spirit berkorban, berarti masyarakat memiliki kebesaran jiwa untuk menanggalkan partikulatisme, agar tercipta kehidupan yang harmonis dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,".
Acara Selanjutnya Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma NSI-MPU Suhadi Sendjaja sebagai Narasumber forum Silahturahmi ini memberikan beberapa arahan dan pencerahan, serta pandangan atau persprektif dalam agama Buddha. Mpu Suhadi Sendjaja mengemukakan dalam suasana damai, karena negara Indonesia adalah negara yang agamis artinya semua orang-orang Indonesia adalah orang yang beragama dan agama yang dilayani oleh Pemerintah Indonesia itu ada 6 yaitu Kristen, Islam, Katholik ,Buddha, Hindu dan yang terakhir Kong Hu Cu. Oleh karena itu suasana damai bisa diartikan dengan satu suasana dari rukunnya semua umat beragama, kalau semua umat beragama rukun, intern-nya rukun, antar umat beragamanya rukun, dengan pemerintah-nya Rukun, berati suasana itu akan menjadi suasana yang damai. artinya damai itu sebagai modal yang penting. Karena kemunculan suatu agama itu adalah satu kemunculan dimana situasi itu adalah tidak baik menjadi baik, dalam bahasa Sansekerta A itu “tidak” dan Gama itu “kacau”jadi Agama itu adalah suatu kemunculan ketika suasana kacau, dalam agama Buddha masa-masa ini disebut masa akhir Darma artinya itu kekuatan “Darma” itu hampir seimbang dengan kekuatan “Jahat” bahkan Buddha bilang kekuatan jahat terkadang lebih besar dari kekuatan Darma itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini kita harus lebih mewaspadai diri kita sendiri. Agama tidak ada yang jelek, agama tidak ada yang mengajarkan tidak baik. Kontruksi berpikir ini yang harus dibangun ketika kita ingin membangun sebuah suasana damai, suasana yang baik rukun, karena agama tidak pernah mengajarkan kita tidak rukun. Jadi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dari masing-masing komunitas itu untuk menjaga kemurnian dan juga kesucian agama yang diyakini. Hakekatnya pembangunan ini adalah membangun manusianya, bukan hanya membangun fisik saja seperti jembatan, MRT atau LRT saja. Jadi manusianya yang jadi titik sasaran utamanya untuk menciptakan suasana yang damai.