Jakarta, 5 September 2019 – Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) bekerja sama dengan KAICIID (King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue) International Fellows Program (KIFP) menyelenggarakan seminar bertajuk “Meningkatkan Kebijaksanaan dan Wawasan Kebangsaan bagi Penceramah Agama” yang diikuti oleh penceramah agama dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Bertempat di The Sultan Hotel Jakarta, NSI mengundang Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, yang memberikan sambutan sekaligus menjadi keynote speaker. Menteri Agama menegaskan bahwa agama tidak bisa ditebarkan dengan murka, marah, dan emosi. Sesuai karakteristik kebaikannya, agama hanya bisa ditebarkan dengan cara yang manusiawi.
"Setiap agama memiliki ajaran yang sama bahwa pada diri setiap manusia ada bagian Tuhan yang dititipkan. Agama itu menjaga eksistensi nilai-nilai kemanusian. Agama sangat menjunjung tinggi manusia dan ini menjadi modal besar bagi penceramah agama," jelas Menag.
Nara sumber dalam seminar ini adalah tokoh-tokoh agama nasional yang mengedepankan semangat demokrasi, toleransi, multikulturalisme, dan visi kebangsaan yaitu; Prof. KH. Nasaruddin Umar, Alissa Wahid, dan Prof. Komaruddin Hidayat. “Saat ini ada kebutuhan untuk mengembangkan titik temu berbagai agama yang ada, menjadikannya sebagai pilar peradaban untuk merawat rumah kita, Indonesia,” ungkap Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Prof. Komaruddin Hidayat.
“Seminar ini diadakan demi memberikan pemahaman yang tepat mengenai bagaimana seyogianya ceramah agama dan praktik keagamaan tidak dijadikan instrumen politis, media penyebaran hoax, dan ujaran kebencian,” tutur Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja, Ketua Umum NSI sebagai pihak penyelenggara.
Menurut MPU Suhadi Sendjaja, agar dapat menyoroti permasalahan tersebut secara bijak, pemuka dan penceramah agama perlu memiliki kebijaksanaan. “Seminar ini diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas penceramah agama dan menyebarkan nilai-nilai religiositas yang sejalan dengan wawasan kebangsaan, berkontribusi bagi kesejahteraan sosial, dan hidup berdampingan dengan orang-orang dengan agama dan status sosial yang berbeda-beda,” sambungnya.
Peserta seminar adalah para penceramah delegasi dari organisasi keagamaan MUI, PGI, KWI, PHDI, NSI, dan Matakin di tingkat pusat. Masing-masing agama terdiri dari tiga penceramah; penceramah di forum umum, perempuan, dan pemuda/anak-anak. Harapannya, para peserta dapat meneruskan informasi dan wawasan yang didapat dari seminar ini ke penceramah lainnya di organisasi tersebut di tingkat yang lebih kecil sehingga para penceramah dapat meningkat kualitasnya dan mampu membina umat di akar rumput secara tepat dan berorientasi pembangunan nasional.
Inisiator program Samanta Surya, KAICIID fellow yang juga pengurus NSI, menyampaikan bahwa seminar ini adalah upaya penguatan organisasi-organisasi keagamaan melalui pengayaan wawasan terhadap para penceramah agama agar mereka mampu menyikapi menyampaikan konten-konten ceramah yang bijaksana dan berorientasi pembangunan nasional.
“Belakangan ini banyak ditemukan oknum penceramah agama yang menyampaikan ujaran kebencian, provokasi, dan muatan politis di dalam materi ceramahnya. Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai agama mana pun. Kegiatan seminar ini diharapkan mampu memberikan masukkan kepada penceramah agama di tingkat pusat untuk lebih mengarusutamakan nilai-nilai mendasar dari agama dan membebaskan isi ceramahnya dari kepentingan-kepentingan lain,” Samanta memaparkan. ***