Manado, 20 November 2021
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) mengadakan acara Pekan Kerukunan Internasional, yang dimulai dari tanggal 17 s.d 22 November 2021 di Kota Manado. Salah satu bagian penting dari rangkaian kegiatan tersebut adalah Dialog Lintas Agama Dalam Penguatan Moderasi Beragama yang diadakan pada hari Sabtu, 20 November 2021. Dialog ini mengangkat Topik: Nilai-nilai Universal dalam perspektif Agama-agama (6 Agama yang diberikan pelayanan oleh Kemenag RI: Buddha, Hindu, Islam, Kristen, Katolik, dan Konghucu). Peserta dari kegiatan dialog ini adalah pemuka-pemuka agama dan para kepala kantor wilayah kementerian agama seluruh Indonesia, serta para pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dari seluruh Indonesia.
Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menjadi Tokoh Agama Buddha yang diminta oleh Kepala PKUB untuk menjadi narasumber dalam menyampaikan 'Nilai-nilai Universal Agama Buddha.' Hadir juga tokoh agama lainnya sebagai narasumber, Romo Agustinus Heri Wibowo dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) unsur agama Katolik, Pendeta Krise Gosal dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) unsur agama Kristen, Dr.K.H Imam Naha’i, M.A unsur agama Islam, Tiwi Etika, Ph.D., dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) unsur agama Hindu, dan Budi Sugiharto dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) unsur agama Konghucu.
Dalam pemaparannya Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja mengawali dengan menyampaikan pengertian dari kata Buddha (berasal dari bahasa sansekerta) yang merupakan gabungan dari dua kata, ‘Bud’ berarti mengetahui, siuman (bangun), sadar dan ‘dha’ yang memiliki makna yang sempurna, utuh, sehingga kata Buddha berarti sadar yang utuh, sadar yang sempurna, sehingga umat Buddha dibimbing untuk bisa menjadi manusia-manusia yang sadar seutuhnya. Menyambung nilai universal dalam agama Buddha tersebut, selanjutnya MPU Suhadi Sendjaja mengutip sebuah kalimat dari Saddharmapundarika Sutra, Bab XX, Boddhisatwa Sadaparibhuta:
“Aku tidak akan meremehkan kalian, karena kalian akan melaksanakan Jalan Agung dan kalian semua akan menjadi Buddha!”
Kalimat ini memiliki makna bahwa sejatinya setiap umat Buddha dibimbing untuk tidak boleh sedikit pun meremehkan, merendahkan orang lain, karena semua orang memiliki potensi yang sama untuk menjadi Buddha, kita semua memiliki kesadaran Buddha. Ini merupakan wujud perilaku dari manusia yang sadar seutuhnya.
Dalam kesempatan tersebut MPU Suhadi Sendjaja juga menyampaikan tujuan dari agama Buddha, yaitu untuk bisa ‘Namu’, Manunggal dengan hakikat sejati alam semesta, yaitu Myohorengekyo (Dharma hakiki/ ajaran sejati dari Buddha), maka dari itu lantunan mantra yang disampaikan oleh umat Buddha selalu diawali dengan kata Namu/Nam, secara khusus umat Buddha Niciren Syosyu melantunkan mantra Nammyohorengekyo untuk bisa manunggal dengan Dharma hakiki (kesadaran Buddha) yang ada di alam semesta kecil (diri manusia/mikrokosmos) dengan alam semesta besar (makro kosmos), sehingga benar-benar mampu menjadi manusia yang sadar seutuhnya (Buddha) dalam kehidupan kali ini, dengan badan apa adanya untuk membahagiakan semua makhluk hidup.Pemahaman hakikat sejati dari tujuan agama Buddha ini yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan moderasi beragama, karena moderasi beragama memiliki makna percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, dalam agama Buddha berarti benar-benar percaya, yakin, memahami Buddha Dharma dan manunggal dengan Dharma tersebut (mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari), hukum karma, sebab-akibat sekejap perasaan jiwa yang ada di alam semesta.
Moderasi beragama dalam agama Buddha juga berarti Jalan Tengah, namun Jalan Tengah di dalam agama Buddha bukan berarti tidak ke kiri atau pun ke kanan, juga bukan berarti berada di tengah-tengah, namun secara lebih mendalam Jalan Tengah dalam agama Buddha, seperti yang disampaikan oleh Nagarjuna di dalam Mulamadhyamakakarika, adalah:
“Tidak Lahir atau Musnah, Tidak Lenyap Maupun Kekal, Bukan Keseragaman Maupun Keragaman, Tidak Datang Maupun Pergi.” Jalan Tengah, atau sifat sejati semua fenomena, tidak dapat didefinisikan sebagai ada atau tidak ada; itu tidak substansial dan melampaui semua dualitas”.
Sebagai penutup MPU Suhadi Sendjaja menyampaikan bahwa semua agama muncul dengan tujuan untuk mewujudkan perdamaian, menghilangkan kekacauan, hal ini secara jelas dapat dipahami dari arti kata agama itu sendiri, ‘a’ berarti tidak dan ‘gama’ berarti kesembronoan, kedangkalan, kacau, agama berarti tidak kacau, sehingga jika ada kekacauan dan mengatasnamakan agama, itu sudah jelas bukan agama. Kata radikal pun tidak sepenuhnya buruk, karena memiliki makna mengakar, sepanjang orang-orang radikal/mengakar terhadap ajaran agama yang sebenarnya (setiap umat beragama seyogianya harus sangat mengakar terhadap esensi ajaran agama yang diyakininya) bisa dipastikan orang-orang tersebut tidak akan membuat kekacauan, tetapi kalau radikal terhadap terorisme (paham teroris) ini bisa dipastikan mereka akan membuat kekacauan, aksi teror dan kekerasan yang sangat destruktif.
Oleh karena itu, karena semua agama baik, sehingga Moderasi Beragama menjadi program yang benar-benar strategis, kalau semua umat beragama betul-betul memahami, meyakini, mendalami dan melaksanakan/mengamalkan ajaran agama sebenarnya yang diyakini dalam kehidupan, semua akan bertemu pada titik: kemanusiaan, perdamaian, dan kebahagiaan.
Setelah memaparkan materi presentasi mengenai nilai-nilai universal agama Buddha dalam penguatan moderasi beragama, acara dilanjutkan dengan tanya-jawab bersama peserta yang hadir. Untuk isi tanya-jawab kegiatan ini dapat disaksikan di kanal YouTube Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, dengan judul Video: Sesi Tanya Jawab s.d Penutupan Dialog Lintas Agama PKUB Kemenag RI di Kota Manado, 20 November 2021.